Rabu, 27 Mei 2009

Resume Buku Pendidikan

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL


MULTIKULTURALISME DAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Bagian ini membahas konsep dasar tentang pendidikan multikultural yang meliputi pendahuluan,pembahasan terkait dan pendidikann multikultural. Dalam pendahuluan dijelaskan tentang alasan dasar mengapa pendidikan multicultural penting. Kemudian didalam pembahasan terkait dikaji beberapa hal dasar yang berkaitan dengan kultur seperti memahami kultur, wilayah-wilayah kultur, inkulturasi,sosialisasi, etnosentrisme, relatifisme cultural,prejudis,stereotip dan diskriminasi.

MENGAPA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL?
Indonesia adalah salah satu Negara multicultural terbesar di dunia.kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pullau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa berbeda. Selain itu mereka juga menganut agama dan kepercayaan yg beragam seperti Islam,Hindu,Buddha,Katolik,Protestan,Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaan.
Keragaman ini, diakui atau tidak, akan dapat menimbulkan berbagai persoalan seperti yang sekarang dihasapi bangsa ini. Korupsi,kolusi,nepotisme,premanisme, perseteruan politik,kemiskinan,kekerasan,separatism,perusakan lingkungan dan hilangnya rasa kemanusian unutuk selalu menghormati hak-hak orang lain,adalah bentuk nyata sebagai bagian dari multikulturalisme itu. Berdasarkan permasalahan seperti diatas,perlu kiranya dicari strategi khusus dalam memecahakan persoalan tersebut melalui berbagai bidang;social,politik,budaya,ekonomi dan pendidikan. Berkaitan dengn hal ini, maka pendidikan multicultural menawarkan salah satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis,budaya,bahasa,agama,status social,gender,kemampuan,umur dan ras. Dan yang terpenting,strategi pendidikan itu tidak hanya bertujuan agar siswa mudah memahami pelajaran yang dipelajarinya, akan tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran mereka agar selalu berprilaku humanis,pluralis dan demokratis.
Oleh karena itu, hal yang terpenting yang perlu dicatat dalam pendidikan mutikultural ini adalah, seorang guru tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara professional mengajarkan mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkannya. Lebih dari itu, seorang pendidik juga harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multicultural seperti demokrasi,humanism dan pluralism.
Dengan menggunakan sekaligus mengimplementasikan strategi pendidikan yang mempunyai visi-misi selalu menegakkann dan menghargai pluralisme,demokrasi dan humanism, diharapkan para siswa dapat menjadi generasi yang selalu menjunjung tinggi moralitas,kedisiplinan,kepedulian humanistic,dan kejujuran dalam berperilaku sehari-hari. Pada akhirnya, diharapkan bahwa permasalahan yang dihadapi bangsa ini, lambat laun dapat diminimalkan, karena generasi kita dimasa yang akan datang adalah “generasi multicultural” yang menghargai perbedaan,selalu menegakkan nilai-nilai demokrasi,keadilan dan kemanusiaan.

KULTUR,KULTURASI DAN MULTIKULTURAL
Memang, hingga sekarang ini belum ada kesepakatan baku tentang arti dari apa yang dinamakan kultur dikalangan para ilmuan. Kondisi ini disebabkan karena makna kultur itu sendiri sangat luas. Oleh sebabb itu, langkah pertama yang perlu dilakukan untuk memahami arti kultur didalam pendidikan multicultural adalah membangun pemahaman kita tentang karakteristik kultur. Memahami karakter kultur ini penting agar pemahaman kita tentang kultur tidak sempit. Pada umumnya,kita sering mengartikan kultur hanya sebatas pada budaya dan kebiasaan sekelompok orang pada daerah tertentu.

KARAKTERISTIK KULTUR
Conrand P. Kottak (1989) menjelaskan bahwa kultur mempunyai karakter-karakter khusus. Karakter-karakter khusus ini dapat memberikan gambaran pada kita tentang apa sebenarnya makna kultur itu.pertama, kultur adalah sesuatu yang general dan spesifik sekaligus. General artinya setiap manusia di dunia ini mempunyai kultur, dan spesifik berarti setiap kultur pada kelompok masyarakat adalah bervariasi antara satu dan lainnya, terrgantung pada kelompok masyarakat mana kultur itu berada.kedua, kultur adalah sesuatu yang dipelajari. Seorang bayi atau anak kecil akan mudah meniru kebiasaan orang tuanya adalah contoh unik dari kapasitas kemampuan manusia dalam belajar. Dalm hal ini,ada tiga macam pembelajaran:1) pembelajaran individu secara situasional. Pembelajaran ini terjadi pada hewan tentang apa yang akan dilakukannya dimasa yang akan datang berrdasarkan pengalamannya sendiri. Seekor hewan akan menghindari api apabila dia mempunyai pengalaman panasnya tersulut api; 2) pambelajaran situasi secara social. Ini dapat dipahami dengan mengambil contoh dari tingkah laku seekor serigala yang belajar berburu dengan cara melihat serigala lainnya melakukan perburuan. 3) pembelajaran cultural, yaitu suatu kemampuan unik pada manusia dalam membangun kapasitasnya untuk menggunakann symbol atau tanda-tanda yang tidak ada hubungannya dengan asal usul dimana mereka berada.
Ketiga, kultur adalah sebuah symbol. Dalam hal ini sibol dapat berbentuk sesuatu yang verbal dan non-verbal, dapat juga berbentuk bahasa khusus yang hanya dapat diartikan secara khusus pula atau bahkan tidak dapat diartikan ataupun dijelaskan. Symbol ini, kadang kala tidak ada hubungannya antara symbol yang digunakan dengan apa yang disimbolisasikan. Symbol,dalam hal ini umumnya berbentuk linnguistik. Kata “harimau” merupakan sebutan untuk seekor hewan buas.kenapa disebut harimau, sampai sekarang masih tanda Tanya. Kata “harimau” adalah symbol bagi salah satu hewan buas menurut masyarakat kita, sedangkan bagi bangsa lain ada yang menyebutnya “tiger” disisi lain, ada juga symbol non-verbal seperti sebuah bendera yang dapat mewakili sebuah Negara. Contoh lainnya, air melambangkan kesucian bagi penganut yahudi,sementara matahari melambangkan Tuhan yang merahmati manusia bagi orang jepang.
Keempat, kultur dapat membentuk dan melengkapi sesutau yang dialami. Secara alamiah,manusia harus makan untuk mandapatkan energy,kemudian kultur mengajarkan pada manusia untuk makan apa,kapan dan bagaimana. Kultur juga dapat menyesuaikan diri dengan keadaan alam secara alamiah dimana mereka berada. Kita sadar, sebenarnya bahwa tidak dilarang untuk bertamu diatas pukul 22.00. akan tetapi semua masyarakat menyadari dan menyetujui bahwa bertamu diatas jam 21.00 adalah tidak sopan,kecuali Karena alas an darurat.
Kelima, kultur adalah sesuatu yang dilakukan bersama-sama yang menjadi atribut bagi individu sebagai anggota dari kelompok masyarakat. Kultur,secara alamiah ditransformasikan melalui masyarakat. Pernyataan ini dapat dilihat melalui pengalaman kita ketika belajar tentang kultur dengan cara observasi,mendengar,berbicara dan berinteraksi dengan orang lain dalam kelompok kita. Selanjutnya,acara bersama-sama, kita mempunyai kepercayaan,kultur,nilai-nilai,ingatan-ingatan,harapan-harapan, berbagai gaya berfikir, tingkah laku yang mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang ada diantara individu-individu.
Keenam, kultur adalah sebuah model.artinya, kultur bukan kumpulan adat-istiadat dan kepercayaan yang tidak ada artinya sama sekali. Kultur adalah sesuatu yang disatukan dan system-sistem yang terrsusun dengan jelas. Adat istiadat, institusi,kepercayaan, dan nilai-nilai adalah sesuatu yang saling berhubungan satu dengan lainnya.
Ketujuh, kultur adalah sesuatu yang bersifat adaptif.artinay,kultur merupakan sebuah proses bagi sebuah populasi untuk membangun hubungan yang baik dengan lingkungan disekitarnya sehingga semua anggotanya melakukan usaha maksimal untuk bertahan hidup dan melanjutkan keturunan. Karakteristik-karakteristik biologis maupun cultural yang digunakan dalam proses bertahan hidup dan melanggengkan ketrunan ini kemudian disebut sebagai sesuatu yang adaptif.
Berdasarkan beberapa karakteristik kultur diatas maka secara umum dapat dijelaskan bahwa kultur adalah cirri-ciri dari tingkah laku manusia yang dipelajari, tidak diturunkan secara genetis dan bersifat sangat khusus, sehingga kultur pada masyarakat “A” berbeda dengan kultur yang ada pada masyarakat “B” atau “C” dan seterusnya. Dengan kata lain, kultur dapat diartikan sebagai sebuah cara dalam bertingkah laku dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Poin penting yang digaris bawahi dari cir-ciri kultur di atas adalah masing-masing kelompk masyarakat mempunyai keunikan dan kelebihanmya sendiri-sendiri sehingga tidak bisa dikatakan bahwa kultur yang satu lebih baik dari kultur yang lainnya.

Wilayah kultur
Dalam sebuah obrolan ringan, kadangkal kita sering mengatakan bahwa teman kita atau lawan bicara kita adalah orang yang “primitif” atau “ndesit” yang berarti dia kita anggap sebagai seorang dari desa terpencil yang cara berfikirnya masih tekstual,”sempit”dan jauh dari nilai-nilai “modern” (kontekstual dan luas). Anggapan ini menggambarkan bahwa kita telah mengklaim kultur kita sendiri sebagai kultur yang modern yang lebih “luas” dari kultur lawan bicara kita. Adanya klaim bahwa ada kultur “modern” yang mengarah padsa kultur global di wilayah metropolis dan ada kultur “primitif” yang mengarah pada kultur local di wilayah terpencil, secara tidak langsung, merupakan wujud dari adanya wilayah-wilayah cultural.
Keberadaan wilayah-wilayah cultural ini bukan disebabkan oleh adanya penilaian yang primordial, yang mengklasifikasikan antara kultur yang satu dengan yang lain untuk kemudian memberikan rangking dan tingkatan yang berujung pada pemberian justifikasi bahwa kultur yang satu lebih rendah atau lebih tinggi dari yang lainnya. Wilayah kultur adalah lebih menjelaskan posisi dan ruang lingkup kultur yang tidak terbatasi oleh identitas kultur tertentu.

Inculturasi dan sosialisasi
Semua orang dalam sebuah kelompok masyarakat mempunyai kultur sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Ini terjadi karena secara tidak langsung setiap individu pada tiap kelompok masyarakat akan menerima kultur yang diturunkan secara turun-temurun dari generasi kegenerasi sehingga orang tersebut dapat memahami nilai-nilai yang berlaku dalam kelompoknya. Proses inilah yang kemudian disebut “inkulturasi”. Sedangkan proses pembelajaran secara social dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang dapat memahami norma-norma cultural yang berlaku di dalam kelompoknya adalah sebuah proses transfer kultur yang disebut “sosialisasi”. Seorang anak dari sebuah keluarga yang bersuku batak harus pindah ke surabaya untuk menuntut ilmu. Anak tersebut kemudian tinggal dengan paman dan bibinya yang juga berasal dari medan yang sudah tinggal di surabaya kurang lebih selama 30 tahun. dalam kehidupan dehari-hari, kultur keluarga pamannya sudah kental dengan kultur surabaya. Pada awalnya, si anak ini masih merasa asing dengan kultur baru yang ada di keluarga barunya itu. Namun, sedikit demi sedikit, dia dapat memahami kultur baru, bahkan melakukan berbagai hal (tindakan atau sikap) sesuai dengan kultur yang ada di lingkungannya yang baru di surabaya.

Etnosentrisme dan relatifisme kultur
Etnosentrisme merupakan suatu pandangan seseorang dimanpun mereka berada memiliki pandangan bahwa tingkah laku,adapt istiadat dan pendapat mereka adalah yang paling benar,paling bermoral dan paling beradab. Sedangkan pendapat,adapt-istiadat, dan tingkah laku orang lain dinilai tidak manusiawi,aneh,dan bahkan ada yang menganggapnya liar atau bahkan “primitive”. Di sisi lain, sebaliknya seseorang dapat bersikap arif dan tidak mengukur kultur orang lain dengan menggunakan kulturnya sediri, yang cenderung subyektif dan egois. Karena setiap kultur yang ada tidak terlepas dari yang namanya relatifisme cultural yang berarti bahwa tingkah laku dan adapt-istiadat yang ada pada kultur orang lain tidak dapat diukur dan dinilai menggunakan standar yang ada pada kultur lainnya.
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa seserorang tidak dapat mengatakan bahwa kultur yang mereka miliki adalah yang paling baik, paling humanis dan paling bermoral. Maka dari itu, didalam relativisme kultural tidak ada kultur yang superior, lebih modern, atau ukuran-ukuran moral dan etika yang universal karena masing-masing kultur mempunyai standar moral dan etika yang bervariasi. Sedemikian rupa, semua kultur dalam relativisme kultural ini mempunyai posisi dan penghormatan yang sama. Namun demikian, sebagian orang menilai bahwa relativisme kultural ini terlalu ekstrim.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, beberapa ilmuan berpendapat bahwa bagaimanpun juga, dalam kehidupan ini, harus ada standar-standar moral dan keadilan universal yang menjadi acuan umum dan harus ditaati bersama oleh semua masyarakat yang mempunyai kultur berbeda agar tidak terjadi kesemena-menaan atas nama sebuah kultur. Contoh pada masa lalu, di dalam kebudayaan masyarakat tengger yang berada di lereng gunung bromo, jawa timur, pada setiap upacara keagamaan yang berlangsung setahun sekali, masyarakat disana mempersembahkan seorang gadis perawan untuk dilemparkan dalam keadaan hidup kebawah kawah gunung bromo. Namun dalam perkembangannya, pada zaman kolonialisme, korban manusia tersebut diganti dengan dengan kepala kerbau. Karena menurut pemerintah hindia belanda pada waktu itu, kepercayaan mengorbankan manusia adalah tindakan tidak manusiawi.
Kisah di atas merupakan contoh bahwa meskipun sebuah kultur tidak dapat diukur dan dinilai dengan nggunakan standar dari kultur lainnya, tetapi tetap harus disadari bahwa ada standar-standar keadilan, moral dan etika universal yang harus ditaati bersama oleh seluruh umat manusia, yaitu standar kemanusiaan.

Prejudis dan stereotip
Kata prejudis secara etimologis berasal dari penggabungan dua kata yang berasaldari bahasa latin yaitu dari kata prae yang berarti “sebelum” dengan kata judicium yang berarti “penilaian akhir”. Dari penggabungan dua kata ini, kata prejudis dapat diartikan menjadi ”sebuah penilaian akhir tanpa yang tidak dilandasi dengan bukti-bukti terlebih dahulu.” Sedangkansecran sosiologis, prejudis adalah sebuah opini,sikap,kepercayaan dan perasaan yang negative yang tidak fair terhadap seseorang atau kelompok masyarakat yang lain (etnis,kewarganegaraan,agama, ras,jenis kelamin,partai politk,keluarga,organisasi tertentu,kelas social dan lain-lain). Sedangkan stereotip adalah memberikan penilaian terhadap sifat-sifat sebagai ciri-ciri khusus yang typicalI dan identical yang ada pada seseorang atau golongan masyarakat tertentu. Misalnya dengan adanya anggapan bahwa “gadis dari suku sunda adalah gadis yang matrealistik”, “orang padang itu pelit”, atau “orang jawa itu kelihatannya halus sikapnya namun sebenarnya sadis”.

Diskriminasi
Unsur lain yang masih terkait dengan kultur adalah masalah diskriminasi. Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak adil terhadap orang atau kelompok lain. Diskriminasi mempunyai hubungan erat dengan relasi antara kelompok yang dominant dengan yang minorotas karena perlakuan yang tidak adil,biasanya, sering berasal dari kelompok dominant terhadap kelompok minorotas. Perlakuan tidak adil atau tindakan diskriminatif bisa terjadi dalam berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan dan lain-lain. Perbedaan-perbedaan cultural seperti perbedaan agama,suku,ras,kelas social,gender,umur dan bahasa dapat dijadikan objek dan alasan untuk melakukan diskriminasi oleh kelompok dominant terhadap kelompok minoritas.

MEMBANGUN PARADIGMA KEBERAGAMAN INKLUSIF

Mengapa beragama harus inklusif ?
agama seharusnya dapat menjadi pendorong bagi umat manusia untuk selalu menegakkan perdalaian dan meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia di bumi ini. Sayangnya, dalamkehidupanan yang sebenarnya, agama justru menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dan kehancuran umat manusia.
Kenyataan pahit yang menyangkut kehidupan umat beragama ini dialami oleh berbagai pemeluk agama dan terjadi di seluruh belahan dunia. Di bosnia Herzegovina, umat islam dan katolik saling membunuh. Di afrika, tepatnya di Nigeria, sering terjadi kontak berdarah antara umat katolik dan islam. Di irlandia utara, umat Kristen dan katolik terus bermusuhan hingga kini di timur tengah, meskipun kekerasan yang timbl dikawasan ini ditenggarai bukan disebabkan oleh perbedaan agama, akan tetapi kelompok-kelomok yang bersitegang justru mewakili tiga golongan masyarakat yang berbeda agama seperti islam,yahudi,dan Kristen juga wilayah Kashmir,umat hindu danislam hingga sekarang melakukan kekerasan.
Setelah adanya kenyataan pahit yang demikianitu, maka sangat perlu untuk membangun upaya-upaya preventif agar masalah pertentangan agama tidak akan terulang lagi di masa yang akan datang. Mengintensifkan forum-forum dialog antar umat beragama dan aliran kepercayaan (dialog antar iman), membangun pemahaman keagamaan yang lebih pluralis dan inklusif,serta memberikan pendidikan tentang pluralisme dan toleransi beragama melalui sekolah adalah upaya preventif yang dapat diterapkan. Berkaitan dengan hal ini maka penting bagi institusi pendidikan dalam masyarakat yang multicultural untuk mengajarkan perdamaian dan resolusi konflik serta yang ada dalam pendidikan multicultural.
Untuk itu, maka dalam pendidikan multicultural, seorang guru atau dosen tidak hanya dituntut untuk mampu secara professional mengajarkan mata pelajaran yang diajarkannya. Akan tetapi mereka juga diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai keberagaman yang inklusif kepada para siswa. Pada akhirnya, dengan langkah-langkah seperti ini out-put yang diharapkan dari sebuah proses belajar-mengajar nantinya adalah para lulusan sekolah/universitas yang tidak hanya cakap sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagaman dalam memahami dan menghargai keberadaan para pemeluk agama dan kepercayaan lain.
Agama
Pengertian agama menurut agama-agama samawi atau dapat juga disebut agama monoestik seperti Kristen,islam, dan yahudi menyimpulkan arti agama itu sendiri sebagai sebuah pengakuan terhadap adanya tuhan dan sebagai wadah untuk penyerahan diri terhadapnya. manusia sebagai mahluk ciptaan tuhan dengan segala keterbatasannya harus menaati segala yang diperintahkan TuhanNya dan meninggalkan segala yang dilarangnya. manusia harus selalu berada pada jalan kebenaran,menjunjung tinggi moral,etika,dan menegakkan keadilan.
Dalam agama hindu,budha dan konghucu agama diartikan sebagai sebuah cara hidup yang ada dan dibawa dalam “kalimat-kalimat” yang diucapkan para guru yang bijaksana. para guru yang menunjukkan jalan kebebasan dan kebenaran yang selalu ada di dalam alam yang selalu berputar, seperti adanya proses kehidupan yang dialami manusia dari lahir hingga dilahirkan kembali.
di sisi lain, para antropologi mencoba untuk memberikan definisi dari sisi ilmu antropologi yang mereka tekuni, mereka mengatakan bahwa agama adalah kepercayaan manusia terhadap sesuatu yang diyakini ada (hidup meskipun tak terlihat) dan mempunyai kekuatan mengatur alam semesta. dalam prakteknya, penganut agama melakukan ritual-ritual tertentu serta menerapkan ajaran-ajaran tentang moral dan etika sesuai dengan petunjuk yang dierima dari pendahulunya baik itu cara-cara,waktu dan tempat melakukan ritual ibadah selain itu, penganut agama percaya pada cerita-cerita, kejadian-kejadian supranatural yang diyakini kebenarannya secara turun-temurun.
Pemahaman tentang arti agama ini penting agar kita dapat membedakan dan memahami yang disebut “agama”, ap yang disebut “nama sebuah agama” (institusi agama) dan apa yang disebut dengan “ajaran agama” , kata “agama” berdasarkan beberpa pengertian di atas adalah sebuah institusi religius sebagai wadah bagi seseorang atau sekelompok orang untuk menyembah TuhanNya. “nama agama” adalah nama dari institusi religius seperti islam,Kristen,budha,hindu dan lain-lain. sedangkan “ajaran agama” adalah pesan-pesan yang harus dilakukan dan ditinggalkan oleh semua penganut agama.

Kritik terhadap agama
Dalam perkembagannya terutama dalam era terkini, banyak orang menilai bahwa agama justru menjadi sumber ketidakharmonisan kehidupan umat manusia. anggapan ini timbu karena agama telah menciptakan “pagar beton” yang memisah-misahkan umat manusia. keadaan ini menyebabkan agama dinilai sebagai sebuah institusi yang eksklusif dan egois. agama juga dinilai hanya berkutat pada dunia ritual,retorik dan ideaisme yang tidak mampu berbuat banyak tatkala berbenturan dengan kenyataan hidup yang sesungguhnya, yang sangan menuntut aksi-aksi social nyata dari agama itu untuk merubahnya.
Adanya kesinisan dan pendapat minor terhadap agama, tidak bis dipungkiri adalah merupakan buah dari telah hilangnya fungsi social agama yang seharusya dapat menegakkan keadilan,kesejahteraan,dan keharmoisan kehidupan manusia. hilangnya fungsi social agama ini tidak lain diakibatkan oleh pemeluk agama itu sendiri yang tidak lebih melihat agama sebagai kebutuhan religius individu belaka. yang lebih menyedihkan, bagi sebagian orang agama justru dipakai sebagai alat kepentingan individu maupun kelompok untuk memperoleh keuntungan-keuntungan politik,social,ekonomi dan lain-lain. keadaan ini menyebabkan munculnya tanggapan dan kritikan sinis terhadap agama.

Nilai Universal dalam Agama-agama
Tak dapat dipungkiri, jika mayoritas umat manusia percaya bahwa sejak awal ketika manusia berada di bumi, mereka sadar dan percaya terhadap adanya kekuatan besar yang mereka hormati,mereka sembah dan mereka agungkan. dalam prakteknya, meskipun bentuk dan zat dari kekuatan besar yang mereka sembah berbeda-beda, mereka sadar bahwa inti dari tingkah laku itu adalah sama yaitu percaya terhadap adanya kekuatan lain diluar kekuatan manusia.
Dengan adanya pemahaman bahwa semua agama dan kepercayaan mengandung ajaran tentang nilai-nilai universal yang sama,maka diharapkan siswa akan mempunyai wacana keberagaman yang inklusif,pluralis dan demokratis sehingga mereka dapat memahami, menghargai dan menghormati agama dan kepercayaan orang lain.

Agama dan Kultur
Agama dan kultur memang tidak dapat dipisahkan. tidak dapat dipisahkannya agama dengan kultur sudah terjadi sejak awal ketika agama atau kepercayaan itu muncul. yaitu ketika agama dan kepercayaan itu mencoba untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Para antropolog melihat bahwa agama adalah merupakan bagian dari kultur karena ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan agama. agama biasanya muncul sebagai jawaban atas berbagai masalah yang ada pada sekelompok masyarakat yang mempunyai kultur tertentu.permasalah yang dihadapi oleh sekelompok masyarakat dengan kultur tertentu, biasanya mempunyai karakter-karakter cultural yang sama dengan kultur yang ada.
Dalam perkembangannya, agama tidak hanya menjadi milik salah satu kelompok masyarakat dengan kultur tertentu. namun,agama kemudian dapat menjadi bagian dari masyarakat yang mempunyai kultur yang berbeda. contohnya, kelompok paduan suara di gereja-gereja Eropo biasanya menggunakan bahasa inggris,jerman,italic dan lain-lain dengan diiringi oleh musik orkestra (dinyanyikan dengan versi klasik). sementara itu, ditempat berbeda kelompok paduan suara dibeberapa gereja di purwokerto jawa tengah, kelompok paduan suaranya menggunakan bahasa jawa diiringi oleh kelompok gamelan (dinyanyikan dengan versi tembang jawa). cotoh di atas, tentunya dapat menjadi bukti bahwa agama tidak terepas dari kultur dimana agama itu tumbuh dn berkembang.

Peran Guru dan Sekolah dalam membangun paradigma keberagaman inklusif.
Guru merupakan factor penting dalam mengimplementasikan nilai-nilai keberagaan yang inklusif dan moderat di sekolah. guru mempunyai posisi penting di dalam pendidikan multicultural karena dia merupakan salah satu target dari strategi pendidikan. apabila seorang guru mempunyai paradigma pemahaman keberagaman yang inklusif dan moderat, maka dia juga akan mampu untuk mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai keberagaman tersebut tehadap siswa si sekolah. Peran guru dalam hal ini meliputi; pertama, seorang guru harus mampu bersikap demokratis, artinya dalam segala tingkah lakunya, baik sikap maupun perkataannys, tidak diskriminatif (bersikap tidak adil atau menyinggung) murid-murid yang menganut agama yang berbeda dengannya. Ketika seorang guru sejarah menjelaskan tentang perang salib ‘crusade” (1099-1291) masehi yang melibatkan kelompok islam Kristen, maka ia harus mampu untuk bersikap tidak memihak salah satu kelompok yang terlibat dalm perang tersebut. Meskipun agama yang dianutnya sama dengan salah satu kelompok yang terlibat di dalamnya. Apabila seorang guru memihak terhadap salah satu kelompok agama yang terlibat dalam perang tersebut, tentunya analisa dan penjelasannya akan menjadi sangat subyektif. Akibatnya,penjelasannya tersebut tidak saja akan melukai hati murid-murid yang menganut agama yang berbeda dengannya, tapi dapat juga menimbulkan permusuhan dalam diri murid-muridnya terhadap salah satu agama yang terlibat dalam perang tersebut.
Kedua, guru seharusnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-kejadian tertentu yang berhubungan dengan agama. Contohnya, ketika terjadi pemboman terhadap sebuah kafe di bali(2003), maka seorang guru yang berwawasan multicultural harus mampu mejelaskan keprihatinannya terhadap peristiwa tersebut. Kemudian seorang guru sebaiknya mampu menjelaskan bahwa kejadian tersebut seharusnya jangan sampai terjadi. Di dalamsemua agama apakah dalam islam,katolik,budha,hindu,yahudi,konghucu dan agama-agama kepercayan lainnya jelas dikatakan bahwa penggunaan segala macam bentuk kekerasan dalam memecahkan masalah adalah dilarang. Kekerasan hanya akan menimbulkan masalah-masalah baru.
Berkaitan dengan hal ini, seorang guru juga harus menjelaskan bahwa itni dari ajaran agama adalah menciptakan kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Selain guru, peran sekolah juga sangat penting dalam membangun lingkungan pendidikan yang pluralis dan toleransi terhadap semua pemeluk agama. Untuk itu, sekolah sebaiknya memperhatikan langkah-langkah berikut; pertama, sekolah sebaiknya membuat dan menerapkan undang-undang local yaitu undang-undang sekolah yang diterapkan secara khusus di satu sekolah tertentu. Dalam undang-undang sekolah tersebut, tentunya salah satu poin penting yang tercantum adalah adanya larangan terhadap segala bentuk diskriminasi agama di sekolah tersebu. Dengan diterapkannya undang-undang ini diharapkan semua unsure yang ada seperti guru, kepala sekolah, pegawai administrasi, dan murid dapat belajar untuk selalu menghargai orang lain yang bebrbeda agama di lingkungan mereka.
Kedua, untuk membangun rasa saling pengertian sejak dini antara siswa-siswa yang mempunyai keyakinan agama yang erbbeda maka sekolah harus berperan aktif menggalakan dialog keagamaan atau dialog antar iman yang tentunya tetap berada dalam bimbingan guru-guru dalam sekolah tersebut. Dialog antar iman semacam ini merupakan salah satu upaya yang efektif agar siswa dapat membiasakan diri melakukan dialog dengan penganut agama yang berbeda.
Ketiga, hal lain yang penting dalam penerapan pendidikan multicultural yaitu kurikulum dan buku-buku pelajaran yang dipakai dan diterapkan di sekolah. Kurikulum pendidikan yang multicultural merupakan persyaratan utama yang tidak bisa ditolak dalam menerapkan strategi pendidikan ini. Pada intinya, kurikulum pendidikan multicultural adalh kurikulum yang memuat nilai-nilai pluralisme dan toleransi keberagamaan. Begitu pula buku-buku, terutama buku-buku agama yang dipakai di sekolah, sebaiknya adalah buku-buku yang dapat membangun wacana peserta didik tentang pemahaman keberagamaan yang inklusif dan moderat.

MENGHARGAI KERAGAMAN BAHASA

Fungsi bahasa
Ada beberpa definisi tentang bahasa. Pertama, bahasa adalah sebuah kumpulan dari bermacam-macam simbol yang dibentuk degna menggunakan aturan-aturan yang kemudian digunakan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Kedua,bahasa adalah instrument dari logika yang akan lebih tepat apabila dikatakan sebagai instrument social yang berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dimana individu dapat bertukar pikiran (sharing idea) dan perasaan (feeling) antara yang satu dangan yang lainnya. Dua pengertian ini kurang lebih mengandung maksud yang sama yaitu bahsa merupakan alat manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya.

Kekuatan bahasa
Kekuatan bahasa dibagi menjadi delapan kategori yaitu; penamaan,kredibilitas, status, seks dan ras, kekuatan, afilasi keinginan dan tanggung jawab.
Pertama, memberi penamaan. Penamaan adalah kekuatan bahsa diman bahasa dapat dipakai sebagai tanda untu menyebut sesuatu. Sesuatu tersebut dapat berupa benda-benda hidup termasuk mausia atau benda-benda mati. Kedua, menunjukkan kredibilitas. Bahasa dapat dipakai oleh seseorang untuk mengetahui kredibilitas orang lain yang sedang berbicara. Ketiga, menunjukkan status. Bahasa dipercaya mempunyai kekuatan yang dapat menunjukkan status si pemakainya. Keempat, menunjukkan seks atau jenis kelamin. Bahasa mempunyai kekuatan untuk membedakan seks atau jenis kelamin seseorang. Kelima, membedakan ras. Bahasa mempunyai kekuatan untuk memberikan sebuah identitas dan mengkategorikan dari ras apa orang yang sedang menggunakan bahasa tersebut. Keenam, menunjukkan kekuatan. Seseorang yang menggunakan bahasa degna ciri-ciri seperti gaya,intonasi bahasa yang “mantap” dan penuh dengan kepercayaan diri, bergaya memberikan perintah kepada orang lain, dan dapat membuat orang lain kagum terhadapnya adalah tanda bahwa orang tersebut mempunyai “kekuatan”. Ketujuh, menunjukkan adanya keinginan seseorang. Bahasa mempunyai kekuatan untuk menjelaskan maksud dan keinginan arang yang menggunakannya. Kedelapan, menunjukkan tanggeung jawab. Bahasa mempunyai kekuatan untuk menunjukkan bahwa seseorang adalah individu yang bertanggung jawab atau tidak.
Bertolak dari beberapa kekuatan bahasa tersebut diatas, yang perlu dicatat adalah bahwa kedelapan klasifikasi tersebut merupakan kekuatan bahasa yang secara umum sering terjadi namun tidak selalu demikian. Bisa saja kekuatan bahasa ini tidak mengindikasikan secara tepat keadaan seseorang atau kelompok pengguna bahasa tertentu karena keadaan manusia secara individu maupun secara kelompok adalah berbeda-beda. Kultur masyarakat yang unik, waktu dan tempat yang berbeda-beda juga dapat menyebabkan kedelapan kekuatan bahasa ini tidak selalu ada dalam bahasa-bahasa tertentu.
Aksen dan dialek
Aksen secara umum menurut gollnick dan chin (1998,233-234) lebih mengacu pada pengertian bagaimana seseorang melafalkan kata-kata. Orang yang berasal dari daerah aceh dan bali, pada umumnya akan mengucapkan “T” seperti dalam kata “tahun” menjadi “tthaun” “sedangkan orang jawa, pada umumnya, akan melafalkan menadi “taun”.
Disisi lain, dialek lebih mengacu pada dua hal, yaitu bagaiman seorang malfalkan kata sekaligus bagaimana seorang menggunakan tata bahasa. Untuk mengucapkan kata “aku tidak tahu” orang batak biasanya akan mengucapkan kalimat “tak tahulah aku” sedangkan orang jawa. Pada umumnya, akan berkata “aku ndak tau”.
Perbedaan-perbedaan semacam ini penting untuk diketahui dan dipahami karena dalam masyarakat yang multilingial tentunya juga ada multi-dialek dan multi-aksen. Sebagai konsekuensi dari perbedaan aksen dan dialeg ini adalah adanya kerentanan terhadap kesalah-pahaman yang bisa terjadi pada pengguna bahsa yang sama atau pengguna bahasa yang berbeda.

Komunikasi non-verbal
Ketika kita bertemu dan berbicara dengan orang lain biasanaya kita bisa menilai apakah orang yang kita temui dan kita ajak bicara itu merasa senang bertemu dengan kita atau tidak dapat dilihat dari bahasa tubuhnya. Apakah raut mukanya menunjukkan kesenangan atau kesediahan? Bahasa tubuh seperti ini adalah merupakan salah satu bentuk dari komunikasi no-verbal
Komunikasi non-verbal mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam interaksi antara individu yang satu dan linnya, karena jenis komunikasi ini dapat mempengaruhi anggapan dan tanggapan dari partner kita berbicara. Poin utama dalam sebuah komunikasi bukan hanya terletak pada ungkapan verbal yang terlihat dan terdengar secara jelas oleh mata dan telinga kita. Emosi, rasa dan pesan-pesan tersembunyi yang kemudian termanifestasikan melalui bahasa tubuhadalah merupakan bagian terpenting dari komunikasi tersebut (gollnick dan chin, 1998-241) penampilan seseorang secara fisik, seperti postur tubuh yang tinggi,gagah,cakep, kulit putih bersih ()kalangan humanis menentang kategori ini sebagai kesimpulan yang tidak manusiawi dan diskriminatif terhadap orang lain yang tidak berpostur tinggi.gagah.tampan,dan berkulit putih), cara berpakaian yang sesuai dengan model masa kini, up to date dan fashionable, sesuai dengan kondisi, situasi dan santun dalam bersikap, secara umum, juga diakui sebagai bagian dari elemen penting dalam komunikasi non-verbal.

Bahasa dan kultur
Bahasa mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kultur. Dapat dikatakan bahwa bahasa tidak bisa dipisahkan dengan kultur, karena kultur itu sendiri merupakan bagian dari bahasa dan begitu juga sebaliknya. Kottak (1987;244) mencontohkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada kultur juga menghasilkan perubahan-perubahan pada bahasa dan cara berfikir seseorang. penjelasan ini menunjukkan bahwa relasi antara bahasa dan kultur adalah sangat kuat.
Kultur dapat menjadi bagian dari bahasa atau sebaliknya. kultur yang ada pada sekelopok masyarakat yang berada pada daerah tertentu dapat dilihat melalui bahasa yang mereka gunakan. seseorang yang menggunakan bahasa jawa dengan ciri-ciri lugas, intonasinya keras, dan dengan menggunakan beberapa kosa kata yang khas seperti rek,cak,yo’opo,gak, dapat dikatakan kemungkinan besar orang tersebut berkultur jawa timur. lebih khusus lagi berasal dari jawa timur bagian utara alias wilayah pantura atau paling tidak pernah tinggal lama diwilayah tersebut.
Sedangkan bila ada sseorang yang menggunakan bahasa jawa dengan ciri-ciri tenang, intonasinya halus dan dengan menggunakan beberapa kosakata yang khas. seperti kata cah,kang,,pripun,ora. dapat dikatakan kemungkinan besar orang tersebut berkultur dan berasal dari yogyakarta, jawa tengah, atau dari wilayah mataraman (bekas wilayah mataram seperti ngawi,madiun,magetan,pacitan,tulungagung dan blitar) di jawa timur.
Dalam contoh yang lebih besar tentang hubungan antara bahasa dan kultur dapat dilihat melalui bahasa yang digunakan oleh masyarakat nelayan yang tinggal disekitar pantai dan masyarakat petani yang tinggal di pedalaman dan pegunungan. bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang tinggal di wilayah pantai dan berprofesi sebagai nelayan biasanya mempunyai ciri-ciri yang keras, lugas, dan cepat pengucapannya. ciri-ciri yang demikian biasanya disebabkan oleh kehidupan mereka yang juga keras seperti suasana pantai yang panas, angin laut yang kencang dan jenis pekerjaan sebagai nelayan yang sangat beresiko tinggi. bagi para nelayan mereka harus berbicara dengan keras, lugas dan cepat ketika mereka berada ditengah laut dengan hembusan angin laut yang menderu-deru dan deburan ombak yang dahsyat, dalam kondisi yang semacam ini tidak mungkin bagi mereka untuk bicara pelan dan halus.
Sedangkan bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang tinggal di wilayah pedalaman dan pegunungan yang berprofesi sebagai petani biasanya mempunyai ciri-ciri halus, pelan dan santai. ciri-ciri semacam ini biasanya dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan mereka seperti suasana pegunungan yang sejuk, tenang dan pekerjaan bertani yang tidak sekeras dan tidk mempunyai resiko setinggi pekerjaan sebagai nelayan. keadaan yang demikian ini tidak menuntut para petani untuk bersuara keras dengan tempo yang cepat ketika berbicara.
Dari pembahasan ini dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa tiap karakter bahasa pada masyarakat tertentu tidak bisa dikatakan lebih ” kasar” dan tidak ”sopan” bila dibandingkan dengan yang lain karena setiap bahasa mempunyai karakter yang sesuai dengan keadaan kultur dimana bahasa itu digunakan.
Pelarangan penggunaan bahasa tertentu
Pelarangan penggunaan bahasa tertentu adalah salah satu bentuk diskriminasi kultur yang seharusnya tidak boleh terjadi. pelarangan ini pernah dilakukan oleh pemrintah orde baru.paling sedikit ada dua bahasa yang pernah terkena imbas secara langsung dari adanya undang-undang pelarangan peggunaan bahasa tertentu ini. kedua bahasa itu adalah bahasa tionghoa dan inggris.
Diskriminasi terhadap bahasa tionghoa sudah dapat dirasakan sejak diterbitkannya beberapa undang-undang penggunaan bahasa tionghoa yang dikeluarkan pemerintah orde baru. undang-undang tersebut seperti ; larangan penerbitan dan percetakan tulisan /iklan beraksara dan berbahasa cina (SE.02/SE/Ditjen/PPG/K/1988). undang-undang tentang penggantian istilah tiongkok dan tionghoa menjadi cina (SE presidium kabinet RI;SE-06/Pres-Kab/6/1967). peraturan ganti nama bagi WNI memakai nama cina (Presidium Kabinet Ampera RI;Kep.Presidium No.127/U/Kep/12/1966)
Akibat dari adanya undang-undang ini para warga keturunan tionghoa tidak bisa menggunakan bahasa mereka dalam berbagai aktifitas umum atau sebagai tanda sebagai identitas pribadi. mereka menggunakan bahasa tonghoa, baik untuk nama diri atau nama usaha, hanya didalam kalangan keluarga secara informal. sedangkan untuk urusan-urusan formal mereka harus menggunakan nama indonesia.
sedangkan diskriminasi terhadap bahasa inggris terjadi di akhir orde baru berkuasa. sekitar akhir tahun 1996 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang melarang digunakannya istilah, kata atau kalimat berbahasa inggris untuk tulisan, iklan atau papan nama. akibat kebijakan ini, masyarakat harus mengeluarkan biaya ekstra yang tidak dapat dibilang sedikit untuk mengganti papan nama,pamflet,papan iklan yang sudah mereka buat.
kedua bentuk kebijakan ini lebih memberikan dampak kurang baik. secara umum, kebijakan yang didasari oleh kepentingan politisi ini justru mematikan perkembangan bahasa sebagai identitas kultural kelompok etnis tertentu yang sehausnya dijaga dan dilestarikan. akibat kebijakan ini, masyarakat kehilangan kesempatan untuk belajar saling memahami dan menghargai bahasa orang lain secara alamiah.
Lagkah yang seharusnya ditempuh oleh pemerintah dalam menghadapi problematika seperti ini adalah menghapus undang-undang yang diskriminatif seperti diatas dan menerbitkan undang-undang baru yang memberikan peluang bagi semua bahasa untuk berkembang secara alami. pemerintah dapat membuat undang-undang yang tidak diskriminatif terhadap salah satu bahasa. undang-undang yang dpat mengakomodir semua bahasa untuk berkembang. undang-undang yang mengharuskan para pengguna bahasa unutk keperluan tertentu seperti periklanan, papan nama, nama fasilitas publik untuk memakai beberpa bahasa yang secara umum diapakai di wilayah tersebut. sebagai contoh, para pengiklan, pemilik toko dan pengelola gedung swasta atau umum di wilayah yogyakarta diwajibkan untuk menggunakan dua bahasa atau lebih; bahasa indonesia, inggris, mandarin, dan jawa. dengan adanya aturan semacam ini, perkembangan beberapa bahasa yang ada di masyarakat tidak terhambat. didamping itu, masyarakat juga dapat belajar untuk mengenal dan memahai keragaman bahasa yang ada disekitarnya. dengan langkah seperti ini, diharapakan perkembangan semua bahasa yang ada di masyarakat dapat berkembang sebagaimana mestinya secara alamiah.
Peran guru dan sekolah dalam menghargai keragaman bahasa
Apabila sekolah mempunyai undang-undang anti diskriminasi bahasa, guru yang mempunyai wawasan kuat tentang bagaimana bersikap dan menghargai keragaman bahasa akan mampu mempraktekkan nilai-nilai tersebut. guru yang sensitif terhadap masalah-masalah yang diskriminatif khususnya terhadap diskriminasi bahasa yang terjadi di sekolah. maka niscaya usaha untuk membangun sikap siswa agar mereka dapat selalu menghargai orang lain yang mempunyai bahasa, aksen, dan dialek yang berbeda, sedikit demi sedikit akn dapat tertanam dan kemudian tumbuh dengan baik.
kejadian seperti dalam pembahasan-pembahasan di atas, sebenarnya adalah masalah serius dan tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa. murid-murid dan guru di kelas tersebut tidak bersikap sebagaimana seharusnya di dalam sebuah ligkungan akademis yang seharusnya penuh dengan nuansa saling menghargai antar sesama, termasuk menghargai perbedaan gaya bahasa yang ada. apabila tidak dicermati secara serius, kejadian semacam ini lambat laun akan membentuk sikap pribadi yang tidak menghargai orang lain. agar kejadian semacam ini tidak terjadi, maka ada beberapa hal peting yang harus dilakukan oleh guru dan sekolah sehingga proses perkembangan sikap yang menghargai orang lain dan lebih khusus lagi menghargai perbedaan bahasa dengan orang lain dapat diterapkan secara efektif.
Dalam hal ini, ada dua point penting yang harus dilakukan oleh guru. pertama, guru harus mempunyai wawasan yang cukup tentng begaiman seharusnya menghargai keragaman bahasa. wawasan ini adalah dasar utama yang harus dimiliki seorang guru agar segala sikap dan tingkah lakunya menunjukan sikap yang egaliter dan selalu menghargai perbedaan bahasa yang ada. dengan sikap yang demikian, diharapkan lambat laun para peserta didik juga akan mempelajari dan mempraktekkan sikap yang sama.
kedua, guru harus mempunyai sensitifitas yang tinggi terhadap masalah-masalah yang menyangkut adanya diskriminasi bahasa yang terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas. contohnya, ketika ada kejadian seperti diawal pembahasan ini, yang mana ketika mayoritas peserta didik menertawakan bahasa,dialek dan aksen salah seorang temannya yang sedang mengungkapkan pendapatnya di dalam kelas, aka guru harus segera mengambil tindakan seperti menghentikan tindakan siswa yang sedang menertawakan temannya. disamping itu, guru juga harus memberikan penjelasan bahwa menertawakan orang lain-menertawakan aksen dan dialek orang lain adalah sebuah tindakan yang tidak terpuji, apalagi di dalam dunia akademis yang mana hal tersebut sangat dilarang.
Peran sekolah dalam mengantisipasi beberapa persoalan diatas sangat penting. Lengkah utama yang penting yang harus dilakukan oleh sekolah adalah membuat dan menerapkan undang-undang sekolah. Undang-undang yang melarang segala bentuk diskriminasi bahsa seperti menertawaka, mengejek dan menghina bahasa orang lain (termasuk unsur-unsur kebahasaan lainnya seperti aksen dialek) di sekolah tersebut.

MEMBANGUN SIKAP SENSITIF GENDER

Persolan gender dalam dunia pendidikan
Sudah sejak lama pendangan masyarakat kita dalam melihat peran antara perempuan dan laki-laki cenderung patriarki. Ini artinya kultur kelaki-lakian atau kebapak-bapakan yang lebih menomorsatukan laki-laki daripada perempuan terlihat lebih dominan. Keadaan seperti ini, kemudian menyebabkan masyarakat secara koletif dan dengan tidak sadar melegitimasi dan menerapkan kultur tersebut di dalam kehidupan mereka.
Kenyataan semacam ini dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan serius bagi kaum perempuan yang apabila terjadi secara terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya pen-subkoordinasia-an kaum perempuan dari laki-laki. Kemudian pada akhirnya akan menimbulkan dampak yang kurang baik seperti adanya peminggiran hak-hak perempuan, pemberian citra negatif terhada perempuan, pemberian beban berlebihan terhadap perempuan dalm rumah tangga dan terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan seperti pelecehan seksual.
Sebenarnya, tidak sulit bagi kita untuk melihat adanya peminggiran hak-hak perempuan. Sebagai contoh, lebih dari separuh dari total populasi di negeri ini adalh perempuan akan tetapi jumlah wakil mereka di lembaga legislatif (DPR) kurang dari 10%.
Begitu juga dengan pemberian citra negatif terhadap kaum perempuan dapat kita temukan dalam kehidupansehari-hari. Perempuan akan lebih mendapatkansebutan negatif daripada laki-laki apabila menyandang status janda akibat sebuah perceraian. Perempuan yang menjanda sering disebut sebagai ”perempuan yang tidak bisa melayani laki-laki dengan baik”, ”janda genit”, ”penggoda suami orang” dan berbagai sebutan negatif lainnya.
Dalam rumah tangga, biasanya perempuan mendapatkan beban kerja yang lebih banyak bila dibandingkan dengan laki-laki. Peekrjaan sebagai ibu rumah tangga adalah sebuah pekerjaan yang tidak bisa dianggap sepele. Mengasuh anak, membersihkan rumah,memasak dan melayani kebutuhan suami, adalah pekerjaan-pekerjaan berat yang harus ditanggung oleh seorang ibu rumah tangga. Sedangkan pihak laki-laki hanya mendapatkan kewajiban mencari nafkah.
Pada umumnya, adanya anggapan dari masyarakat bahwa perempuan dalah sebagai mahkluk yang lemah secara fisik, menyebabkan mereka rentan menjadi objek dari berbagai macam tindak kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangg, pemerkosaandan pelecehan seksual adalah contoh sederhananya. Menurut data dari beberapa lembaga swadaya masyarakat di beberapa kota besar seperti jakarta, semarang, DIY, dan surabaya, tercatat rat-rata sekitar 100 sampai 200 kasus kekerasan dalam rumah tangga pertahun.
Berdasarkan uraian di atas, untuk memutus mata rantai perkembagan perlakuan tidak adil dan kekerasan terhadap perempuan, perlu kiranya dibangun kesadaran tentang kesetaraan peran antara laki-laki dan perempuan. Aksi ini harus dimulai sejak dini dengan cara menanamkan nilai-nilai yang menjunjung tinggi persamaan hak dan sikap anti diskriminasi terhadap perempuan ataupun laki-laki melalui sekolah dari tingkat paling dasar hingga tingkat pendidikan tinggi. Langkah pembangunan kesadaran seperti tersebut di atas adalah salah satu bagian penting dalm pendidikanmultikultural.
Namun demikian, hal utama yang perlu dicatat adalh seorang guru mempunyai peran yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai dan sikap-sikap anti diskriminasi gender ini. Oleh karena itu, seorang guru atau dosen harus mempunyai wawasan yang cukup tentang keadilan gender agar ketika di kelas, di sekolah dan di kampus, dia tidak hanya mengajarkan mata pelajaran saja, akan tetapi juga mampu menanamkan nilai-nilai keadilan gender melalui penjelasan-penjelasannya maupun sikap-sikapnya. Dengan langkah ini diharapkan siswa tidak hanya belajar memahami mata pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi mereka juga dapat belajar tentang nilai-nilai keadilan gender dari gurunya.

Gender dan kultur
Gender adalah peran dalam kehidupan yang bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Peran ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan tanda-tanda biologis yang dibawa manusia sejak lahir. Gender lebih cenderung mengacu pada anggapan yang berlaku dalam masyarakat tentang aktivitas-aktivitas dan sikap-sikap (sifat dan perilaku) yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh laki-laki atau perempuan. Ungkapan ini dapat diartikan bahwa gender tidak bisa dipisahkan dengan kultur karena gender dibentuk oleh kultur. Artinya, pandangan setiap kelompok masyarakat yang satu dan lainnya terhadap peran gender antara laki-laki dan perempuan akan berbeda.
Dalam masyarakat jawa tradisional yang masih kental dengan kultur patriarki, memasak adalah tugas perempuan yang menjadi bagian dari tugas utamanya sebagai ibu rumah tangga. Laki-laki, dalam masyarakat jawa tradisional, dianggap kurang pantas bila berurusan dengan dunia masak-memasak. Di sisi lain, dalam masyarakat jaa yang lebih berfikir terbuka, urusan masak-memasak tidak ada kaitannya dengan adanya anggapan pantas dan tidak pantas bagi laki-laki atau perempuan. Urusan masak-memasak, dalam kelompok masyarakat ini, sangat berkaitan erat dengan adanya ”kesempatan” bagi keduanya. Karena kesibukan masing-masing pihak, baik perempuan ataupun laki-laki, apabila yang mempunyai kesempatan memasak adalah pihak laki-laki maka yang bertugas memasak adalah laki-laki, begitu pula sebaliknya.

MEMBANGUN PEMAHAMAN KRITIS TERHADAP KETIDAKADILAN DAN PERBEDAAN STATUS SOSIAL

Status sosial dan pendidikan multikultural
Krisis multidimensi yang terjadi di negeri ini, harus diakui telah menyebabkan berbagai macam persoalan sosial yang semakin meluas dan menjadi-jadi. Kemiskinan, penganguran dan kriminalits terus meningkat prosentasenya. Kebijakan ekonomi maupun politik pemerintah yang selama ini cenderung lebih mengutamakan kepentingan elit polotik dan para pengusaha kelas atas adalah salah satu faktor utama yang menjadi penyebab kian parahnya krisis multidimensi ini.
Akibat dari keadaan ini, golongan yang paling menderita tentunya dalah masyarakat yang berada pada lapisan sosial paling bawah. Kecilnya perhatian dan tindakan serius lembaga pemerintahan, baik legislatif maupun eksekutif terhadap masyarakatkelas bawah ini,telah menyebabkan jumlah masyarakat miskin dan pengangguran semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada akhirnya, realitas seperti ini kian manyebabkan jurang pemisah antara mayoritas masyarakat kita yang miskin dengan segelintir orang yang kaya menjadi semakin melebar.
Dalam menghadapi persoalan yang sedemikian complicated ini, sudah barang tentu perlu dicari beberapa cara dan strategi untuk mengurangi, atau paling tidak meminimalkan problem-problem tersebut. Dalam hal ini, pemerintah legislatif maupun eksekutif harus mampu membuat dan menerapkan kebijakan di berbagai macam bidang. Seperti bidang ekonomi, hukum pendidikan dan politik agar lebih mengutamakan kepentingan masyarakat kelas bawah yang notabene merupakan golongan mayoritas di negeri ini. Memahami, mengerti, berempati dan melakukan tindakan-tindakan konkrit dan nyata terhadap bermacam permasalahan yang rumit dari kelompok mayoritas ini, adalah tanggung jawab utama pemerintah yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Langkah-langkah konkrit yang sangat krusial dan harus segera dilakukan oleh pemerintah, misalnya di bidang ekonomi, harus mampu benar-benar merealisasikan ”kebijakan ekonomi kerakyatan” yang selam ini hanya dinilai sebagai lips service dari pemerintahan yang satu kepemerintahan yang lainnya. Di bidang hukum, pemerintah harus berani menindak tegas para pelanggar hukum; terutama mereka-mereka yang termasuk koruptor kelas kakap dengan tanpa pandang bulu, sekalipun orang yang terlibat pelanggaran hukum itu adalah orang-orang yang kuat secara ekonomi maupun politik.
Di bidang politik, pemerintah sebagai bagian dari para elite politik harus kembali ingat pada janji-janjinya ketika berkampanye jangan sampai para elite politik (pemerintah) mengambil kebijakan yang justru menyengsarakan rakyat hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Di bidang pendidikan, secara khusus pemerintah harus benar-benar mampu untuk mencerdaskan seluruh bangsa Indonesia dengan cara menyediakan pendidikan yang murah dan bermutu; pendidikan yang baik jangan hanya dinikamti oleh kalangan-kalangan berduit yang merupakan bagian kecil dari bangsa ini. Dan jangan sampai pula pendidikan hanya bertujuan untuk membangun kemampuan ognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (keterampilan) saja, akan tetapi harus mampu untuk membangun kemampuan afektif(sikap) siswa.
Oleh sebab itu, dalam pendidikan multikultural ditekankan adanya pembangunan sikap (afektif) yang termasuk di dalmnya adalah bagaimana membangun kesadaran, pemahaman yang kritis siswa terhadap berbagai fenomena sosial yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat umum. Seperti ketimpangan sosial (stratifikasi sosial), pengangguran, kemiskinan dan korupsi. Langkah ini diharapkan akan dapat meningkatkan kesadaran peserta didik yang pada akhirnya nanti dapat membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya selalu menjunjung tinggi kepentingan umum, menjadi individu yang bertanggung jawab secara pribadi maupun sosial dan menjunjung tinggi moral dan etika dalm bermasyarakat.

Makna stratifikasi sosial
Dalam sebuah negara yang sedang dilanda berbagai macam krisis yang berkepanjangan, seperti di Indonesia saat ini, timbulnya kesenjangan sosial yang sangat dalam antara kelompok masyarakat yang miskin dan yang kaya adalah sesuatu kenyataan yang sulit dihindari. Keadaan seperti ini kemudian menyebabkan timbulnya berbagai kelompok sosial dalam masyarakat itu sendiri. Perbedaan kelompok sosial ini merupakan salah satu bentuk dan bagian dari stratifikasi sosial.
Stratifikasi sosial itu sendiri, sebenarnya merupakan akibat ketidaksamaan posisi dan tempat secara sosial di dalam masyarakat yang berbentuk pengkategorian yang berbeda-beda, sehingga kesempatan untuk mendapatkan akses tertentu seperti sosial, ekonomi dan politik menjadi berbeda. Stratifikasi sosial ini adalah sebuah fenomena sosial. Sebuah label stratifikasi sosial bukan merupakan karakter yang dibawa manusia sejak lahir atau disebabkan oleh kekuatan supranatural yang datang dari luar kemampuan manusia. Stratifikasi sosial lebih merupakan akibat dari perbuatan manusia yang dilakukan sekarang atau pada masa lalu. Dapat juga dikatakan bahwa generasi-generasi awal kita bisa menyebabkan keberhasilan atau kehancuran generasi yang akan datang.
Mengacu pada penjelasan diatas, timbulnya kesenjangan sosial yang sangat dalam antara kelompok masyarakat yang kaya dan yang miskin di Indonesia ini, kemungkinan besar, merupakan akibat dari perbuatan para generasi pendahulu kita (pemerintah dahulu), atau bisa juga merupakan akibat dari perbuatan generasi sekarang (pemerintah sekarang). Untuk mencari bukti tentang kuatnya pendapat ini tidaklah sulit. Banyak kasus korupsi,kolusi dan nepotisme yang terjadi sejak oede baru hingga era reformasi, ini merupakan bukti-bukti yang tidak bisa kita ingkari.

Peran guru dan sekolah dalam membangun sikap kepedulian sosial
Guru dan sekolah mempunyai peran pokok terhadap pengembangan sikap siswa yang peduli pada kritis terhadap segala bentuk ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik yang ada disekitarnya. Dengan menumbuhkan kesadaran kritis siswa sejak dini terhadap segala fenomena ketidakadilan yang ada, diharapkan dapat mendorong siswa untuk selalu bersikap kritis terhadap keadaan atau lingkungan yang tidak adil.
Guru mempunyai peran penting dalam menumbuhkan sikap kepedulian sosial siswa. Guru, diskui atau tidak, mempunyai peran utama dalam pengembangan karakter siswa yang kritis terhadap fenomena ketidakadilan sosial, politik dan ekonomi di dalam maupun di luar lingkungan mereka. Dalam pendidikan multikultural ada beberapa langkah penting untuk diterapkan oleh para guru dalam menumbuhkan sikap kepedulian sosial siswa. Pertama, dalam pendidikan multikultural, seorang guru sebaiknya mempunyai wawasan yang cukup tentang berbagai macam fenomena sosial yang ada di lingkungan murid-muridnya. Terutama sekali yang berkaitan dengan ketidakadilan sosial, politik dan ekonomi seperti masalah kemiskinan, penganguran, korupsi dan lain-lain. Harus disadari bahwa tidak semua guru mempunyai wawasan dan pemahaman kritis tentang berbagai ketidakadilan yang terjadi. Untuk itu, penting bagi pihak sekolah utuk memberikan training dan pelatihan khusus untuk membangun pemahaman kritis guru terhadap berbagai fenomena ketidakadilan yang ada.
Kedua, guru sebiknya mempunyai sensitifitas terhadap adanya diskriminasi dan ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik. Ketika ada penggusuran terhadap perkampungan kumuh yang terletak tidak jauh dari sekolah, seorang guru seharusnya mampu menjelaskan keadaan tersebut secara obyektif dan kritis. Kesensitifan seorang guru yang dapat menjelaskan kenapa sampai terjadinya penggusuran, apa dampak dari penggusuran itu, kenapa orang-orang yang tinggal di daerah yang digusur tersebut kebanyakan orang miskin, apa yang seharusnya dilakukan pemerintah terhadap para korban penggusuran tersebut, tentunya akan bermanfaat dalam membentuk wacana dan pemahaman murid terhadap berbagai fenomena sosial yang ada di sekitar mereka.
Ketiga, seorang guru sebaiknya dapat menerapkan secara langsung sikap peduli dan anti diskriminasi sosial, politik dan ekonomi di kelas, sekolah maupun di luar sekolah. Guru dapat menerapkan sikap tersebut dengan cara bersikap adil kepada seluruh siswa tanpa harus mengistimewakan salah satu dari mereka meskipun latar belakang status sosial mereka berbeda. Contoh lainnya, seorang guru harus dapat bertindak ketika melihat sekelompok siswa membuat ”geng” yang anggotanya para siswa dengan latar belakang kelas sosial-ekonomi tertentu.
Dalam melihat fenomena semacam ini, guru harus tanggap dan mampu menjelaskan, membimbing dan menyadarkan para siswa tersebut untuk tidak mengeksklusifkan diri, karena hal itu tidak sesuai dengan etika dan norma-norma kehidupan sosial yang ada. Selain itu, harus dijelaskan bahwa tindakan tersebut merupakan salah satu bentuk diskriminasi terhadap siswa lain yang di dalam undang-undang sekolah tindakan semacam itu dilarang.
Sekolah juga mempunyai peran penting dalam membangun kesadaran kritis siswa dalam melihat ketidakadilan sosial di sekelilingnya. Agar peran ini dapat dimanfaatkan dengan baik, ada beberapa langkah yang harus diperhatikan oleh sekolah. Pertama, sekolah sebiaknya membuat dan menerapkan peraturan atau undang-undang sekolah yang dapat mendorong tumbuhnya kesadaran kritis terhadap fenomena ketidakadilan politik, ekonomi dan sosial yang ada di sekitar mereka. Dalam undang-undang sekolah itu ditetapkan peraturan yang mengatakan bahwa semua siswa, tanpa terkecuali dan tanpa memandang latar belakangnya, mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Selain itu, dalam undang-undang sekolah tertulis juga larangan keras bagi setiap siswa untuk melakukan kebohongan dan mencontek dalam kegiatan akademis di sekolah atau di kampus. Dengan diberlakukannya peraturan yang salah satu intinya seperti ini secara sungguh-sungguh dan konsisten oleh pihak sekolah dapat membangun sikap siswa untuk percaya diri, menghargai orang lain dan bertanggung jawab.
Kedua, untuk membangun sikap peduli terhadap masyarakat yang terpingkirkan secara ekonomi, sosial dan politik. Sekolah dapat membuat acara bulanan atau bahkan tahunan yang diikuti oleh seluruh pihak sekolah yang berbentuk bakti sosial atau aksi nyata lainnya. Dalam bakti sosial ini tentunya tidak hanya ditekankan pada pemberian sumbangan yang bersifat ekonomis, akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana siswa dapat melakukan dialog, merasakan dan mencari solusi pemecahan atas problem masyarakat yang dapat perlakuan tidak adil dari penguasa tersebut.
Ketiga, sekolah sebaiknya menerapkan kurikulum yang tidak hanya di desain untuk meningkatkan kemampuan kognitif (ilmu pengetahuan), tetapi juga meningkatkan kemampuan afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan). Misalnya dalam landasan dan tujuan kurikulum mata pelajaran ekonomi yang tidak hanya mengatakan bahwa kurikulum tersebut diterapkan untuk menciptakan ekonom handal yang mampu menjadi manajer bisnis kelas tinggi. Akan tetapi juga mempunyai visi dan misi untuk membangun keadilan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar