Rabu, 27 Mei 2009

Resume Buku Pendidikan

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL


MULTIKULTURALISME DAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Bagian ini membahas konsep dasar tentang pendidikan multikultural yang meliputi pendahuluan,pembahasan terkait dan pendidikann multikultural. Dalam pendahuluan dijelaskan tentang alasan dasar mengapa pendidikan multicultural penting. Kemudian didalam pembahasan terkait dikaji beberapa hal dasar yang berkaitan dengan kultur seperti memahami kultur, wilayah-wilayah kultur, inkulturasi,sosialisasi, etnosentrisme, relatifisme cultural,prejudis,stereotip dan diskriminasi.

MENGAPA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL?
Indonesia adalah salah satu Negara multicultural terbesar di dunia.kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pullau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa berbeda. Selain itu mereka juga menganut agama dan kepercayaan yg beragam seperti Islam,Hindu,Buddha,Katolik,Protestan,Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaan.
Keragaman ini, diakui atau tidak, akan dapat menimbulkan berbagai persoalan seperti yang sekarang dihasapi bangsa ini. Korupsi,kolusi,nepotisme,premanisme, perseteruan politik,kemiskinan,kekerasan,separatism,perusakan lingkungan dan hilangnya rasa kemanusian unutuk selalu menghormati hak-hak orang lain,adalah bentuk nyata sebagai bagian dari multikulturalisme itu. Berdasarkan permasalahan seperti diatas,perlu kiranya dicari strategi khusus dalam memecahakan persoalan tersebut melalui berbagai bidang;social,politik,budaya,ekonomi dan pendidikan. Berkaitan dengn hal ini, maka pendidikan multicultural menawarkan salah satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis,budaya,bahasa,agama,status social,gender,kemampuan,umur dan ras. Dan yang terpenting,strategi pendidikan itu tidak hanya bertujuan agar siswa mudah memahami pelajaran yang dipelajarinya, akan tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran mereka agar selalu berprilaku humanis,pluralis dan demokratis.
Oleh karena itu, hal yang terpenting yang perlu dicatat dalam pendidikan mutikultural ini adalah, seorang guru tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara professional mengajarkan mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkannya. Lebih dari itu, seorang pendidik juga harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multicultural seperti demokrasi,humanism dan pluralism.
Dengan menggunakan sekaligus mengimplementasikan strategi pendidikan yang mempunyai visi-misi selalu menegakkann dan menghargai pluralisme,demokrasi dan humanism, diharapkan para siswa dapat menjadi generasi yang selalu menjunjung tinggi moralitas,kedisiplinan,kepedulian humanistic,dan kejujuran dalam berperilaku sehari-hari. Pada akhirnya, diharapkan bahwa permasalahan yang dihadapi bangsa ini, lambat laun dapat diminimalkan, karena generasi kita dimasa yang akan datang adalah “generasi multicultural” yang menghargai perbedaan,selalu menegakkan nilai-nilai demokrasi,keadilan dan kemanusiaan.

KULTUR,KULTURASI DAN MULTIKULTURAL
Memang, hingga sekarang ini belum ada kesepakatan baku tentang arti dari apa yang dinamakan kultur dikalangan para ilmuan. Kondisi ini disebabkan karena makna kultur itu sendiri sangat luas. Oleh sebabb itu, langkah pertama yang perlu dilakukan untuk memahami arti kultur didalam pendidikan multicultural adalah membangun pemahaman kita tentang karakteristik kultur. Memahami karakter kultur ini penting agar pemahaman kita tentang kultur tidak sempit. Pada umumnya,kita sering mengartikan kultur hanya sebatas pada budaya dan kebiasaan sekelompok orang pada daerah tertentu.

KARAKTERISTIK KULTUR
Conrand P. Kottak (1989) menjelaskan bahwa kultur mempunyai karakter-karakter khusus. Karakter-karakter khusus ini dapat memberikan gambaran pada kita tentang apa sebenarnya makna kultur itu.pertama, kultur adalah sesuatu yang general dan spesifik sekaligus. General artinya setiap manusia di dunia ini mempunyai kultur, dan spesifik berarti setiap kultur pada kelompok masyarakat adalah bervariasi antara satu dan lainnya, terrgantung pada kelompok masyarakat mana kultur itu berada.kedua, kultur adalah sesuatu yang dipelajari. Seorang bayi atau anak kecil akan mudah meniru kebiasaan orang tuanya adalah contoh unik dari kapasitas kemampuan manusia dalam belajar. Dalm hal ini,ada tiga macam pembelajaran:1) pembelajaran individu secara situasional. Pembelajaran ini terjadi pada hewan tentang apa yang akan dilakukannya dimasa yang akan datang berrdasarkan pengalamannya sendiri. Seekor hewan akan menghindari api apabila dia mempunyai pengalaman panasnya tersulut api; 2) pambelajaran situasi secara social. Ini dapat dipahami dengan mengambil contoh dari tingkah laku seekor serigala yang belajar berburu dengan cara melihat serigala lainnya melakukan perburuan. 3) pembelajaran cultural, yaitu suatu kemampuan unik pada manusia dalam membangun kapasitasnya untuk menggunakann symbol atau tanda-tanda yang tidak ada hubungannya dengan asal usul dimana mereka berada.
Ketiga, kultur adalah sebuah symbol. Dalam hal ini sibol dapat berbentuk sesuatu yang verbal dan non-verbal, dapat juga berbentuk bahasa khusus yang hanya dapat diartikan secara khusus pula atau bahkan tidak dapat diartikan ataupun dijelaskan. Symbol ini, kadang kala tidak ada hubungannya antara symbol yang digunakan dengan apa yang disimbolisasikan. Symbol,dalam hal ini umumnya berbentuk linnguistik. Kata “harimau” merupakan sebutan untuk seekor hewan buas.kenapa disebut harimau, sampai sekarang masih tanda Tanya. Kata “harimau” adalah symbol bagi salah satu hewan buas menurut masyarakat kita, sedangkan bagi bangsa lain ada yang menyebutnya “tiger” disisi lain, ada juga symbol non-verbal seperti sebuah bendera yang dapat mewakili sebuah Negara. Contoh lainnya, air melambangkan kesucian bagi penganut yahudi,sementara matahari melambangkan Tuhan yang merahmati manusia bagi orang jepang.
Keempat, kultur dapat membentuk dan melengkapi sesutau yang dialami. Secara alamiah,manusia harus makan untuk mandapatkan energy,kemudian kultur mengajarkan pada manusia untuk makan apa,kapan dan bagaimana. Kultur juga dapat menyesuaikan diri dengan keadaan alam secara alamiah dimana mereka berada. Kita sadar, sebenarnya bahwa tidak dilarang untuk bertamu diatas pukul 22.00. akan tetapi semua masyarakat menyadari dan menyetujui bahwa bertamu diatas jam 21.00 adalah tidak sopan,kecuali Karena alas an darurat.
Kelima, kultur adalah sesuatu yang dilakukan bersama-sama yang menjadi atribut bagi individu sebagai anggota dari kelompok masyarakat. Kultur,secara alamiah ditransformasikan melalui masyarakat. Pernyataan ini dapat dilihat melalui pengalaman kita ketika belajar tentang kultur dengan cara observasi,mendengar,berbicara dan berinteraksi dengan orang lain dalam kelompok kita. Selanjutnya,acara bersama-sama, kita mempunyai kepercayaan,kultur,nilai-nilai,ingatan-ingatan,harapan-harapan, berbagai gaya berfikir, tingkah laku yang mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang ada diantara individu-individu.
Keenam, kultur adalah sebuah model.artinya, kultur bukan kumpulan adat-istiadat dan kepercayaan yang tidak ada artinya sama sekali. Kultur adalah sesuatu yang disatukan dan system-sistem yang terrsusun dengan jelas. Adat istiadat, institusi,kepercayaan, dan nilai-nilai adalah sesuatu yang saling berhubungan satu dengan lainnya.
Ketujuh, kultur adalah sesuatu yang bersifat adaptif.artinay,kultur merupakan sebuah proses bagi sebuah populasi untuk membangun hubungan yang baik dengan lingkungan disekitarnya sehingga semua anggotanya melakukan usaha maksimal untuk bertahan hidup dan melanjutkan keturunan. Karakteristik-karakteristik biologis maupun cultural yang digunakan dalam proses bertahan hidup dan melanggengkan ketrunan ini kemudian disebut sebagai sesuatu yang adaptif.
Berdasarkan beberapa karakteristik kultur diatas maka secara umum dapat dijelaskan bahwa kultur adalah cirri-ciri dari tingkah laku manusia yang dipelajari, tidak diturunkan secara genetis dan bersifat sangat khusus, sehingga kultur pada masyarakat “A” berbeda dengan kultur yang ada pada masyarakat “B” atau “C” dan seterusnya. Dengan kata lain, kultur dapat diartikan sebagai sebuah cara dalam bertingkah laku dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Poin penting yang digaris bawahi dari cir-ciri kultur di atas adalah masing-masing kelompk masyarakat mempunyai keunikan dan kelebihanmya sendiri-sendiri sehingga tidak bisa dikatakan bahwa kultur yang satu lebih baik dari kultur yang lainnya.

Wilayah kultur
Dalam sebuah obrolan ringan, kadangkal kita sering mengatakan bahwa teman kita atau lawan bicara kita adalah orang yang “primitif” atau “ndesit” yang berarti dia kita anggap sebagai seorang dari desa terpencil yang cara berfikirnya masih tekstual,”sempit”dan jauh dari nilai-nilai “modern” (kontekstual dan luas). Anggapan ini menggambarkan bahwa kita telah mengklaim kultur kita sendiri sebagai kultur yang modern yang lebih “luas” dari kultur lawan bicara kita. Adanya klaim bahwa ada kultur “modern” yang mengarah padsa kultur global di wilayah metropolis dan ada kultur “primitif” yang mengarah pada kultur local di wilayah terpencil, secara tidak langsung, merupakan wujud dari adanya wilayah-wilayah cultural.
Keberadaan wilayah-wilayah cultural ini bukan disebabkan oleh adanya penilaian yang primordial, yang mengklasifikasikan antara kultur yang satu dengan yang lain untuk kemudian memberikan rangking dan tingkatan yang berujung pada pemberian justifikasi bahwa kultur yang satu lebih rendah atau lebih tinggi dari yang lainnya. Wilayah kultur adalah lebih menjelaskan posisi dan ruang lingkup kultur yang tidak terbatasi oleh identitas kultur tertentu.

Inculturasi dan sosialisasi
Semua orang dalam sebuah kelompok masyarakat mempunyai kultur sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Ini terjadi karena secara tidak langsung setiap individu pada tiap kelompok masyarakat akan menerima kultur yang diturunkan secara turun-temurun dari generasi kegenerasi sehingga orang tersebut dapat memahami nilai-nilai yang berlaku dalam kelompoknya. Proses inilah yang kemudian disebut “inkulturasi”. Sedangkan proses pembelajaran secara social dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang dapat memahami norma-norma cultural yang berlaku di dalam kelompoknya adalah sebuah proses transfer kultur yang disebut “sosialisasi”. Seorang anak dari sebuah keluarga yang bersuku batak harus pindah ke surabaya untuk menuntut ilmu. Anak tersebut kemudian tinggal dengan paman dan bibinya yang juga berasal dari medan yang sudah tinggal di surabaya kurang lebih selama 30 tahun. dalam kehidupan dehari-hari, kultur keluarga pamannya sudah kental dengan kultur surabaya. Pada awalnya, si anak ini masih merasa asing dengan kultur baru yang ada di keluarga barunya itu. Namun, sedikit demi sedikit, dia dapat memahami kultur baru, bahkan melakukan berbagai hal (tindakan atau sikap) sesuai dengan kultur yang ada di lingkungannya yang baru di surabaya.

Etnosentrisme dan relatifisme kultur
Etnosentrisme merupakan suatu pandangan seseorang dimanpun mereka berada memiliki pandangan bahwa tingkah laku,adapt istiadat dan pendapat mereka adalah yang paling benar,paling bermoral dan paling beradab. Sedangkan pendapat,adapt-istiadat, dan tingkah laku orang lain dinilai tidak manusiawi,aneh,dan bahkan ada yang menganggapnya liar atau bahkan “primitive”. Di sisi lain, sebaliknya seseorang dapat bersikap arif dan tidak mengukur kultur orang lain dengan menggunakan kulturnya sediri, yang cenderung subyektif dan egois. Karena setiap kultur yang ada tidak terlepas dari yang namanya relatifisme cultural yang berarti bahwa tingkah laku dan adapt-istiadat yang ada pada kultur orang lain tidak dapat diukur dan dinilai menggunakan standar yang ada pada kultur lainnya.
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa seserorang tidak dapat mengatakan bahwa kultur yang mereka miliki adalah yang paling baik, paling humanis dan paling bermoral. Maka dari itu, didalam relativisme kultural tidak ada kultur yang superior, lebih modern, atau ukuran-ukuran moral dan etika yang universal karena masing-masing kultur mempunyai standar moral dan etika yang bervariasi. Sedemikian rupa, semua kultur dalam relativisme kultural ini mempunyai posisi dan penghormatan yang sama. Namun demikian, sebagian orang menilai bahwa relativisme kultural ini terlalu ekstrim.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, beberapa ilmuan berpendapat bahwa bagaimanpun juga, dalam kehidupan ini, harus ada standar-standar moral dan keadilan universal yang menjadi acuan umum dan harus ditaati bersama oleh semua masyarakat yang mempunyai kultur berbeda agar tidak terjadi kesemena-menaan atas nama sebuah kultur. Contoh pada masa lalu, di dalam kebudayaan masyarakat tengger yang berada di lereng gunung bromo, jawa timur, pada setiap upacara keagamaan yang berlangsung setahun sekali, masyarakat disana mempersembahkan seorang gadis perawan untuk dilemparkan dalam keadaan hidup kebawah kawah gunung bromo. Namun dalam perkembangannya, pada zaman kolonialisme, korban manusia tersebut diganti dengan dengan kepala kerbau. Karena menurut pemerintah hindia belanda pada waktu itu, kepercayaan mengorbankan manusia adalah tindakan tidak manusiawi.
Kisah di atas merupakan contoh bahwa meskipun sebuah kultur tidak dapat diukur dan dinilai dengan nggunakan standar dari kultur lainnya, tetapi tetap harus disadari bahwa ada standar-standar keadilan, moral dan etika universal yang harus ditaati bersama oleh seluruh umat manusia, yaitu standar kemanusiaan.

Prejudis dan stereotip
Kata prejudis secara etimologis berasal dari penggabungan dua kata yang berasaldari bahasa latin yaitu dari kata prae yang berarti “sebelum” dengan kata judicium yang berarti “penilaian akhir”. Dari penggabungan dua kata ini, kata prejudis dapat diartikan menjadi ”sebuah penilaian akhir tanpa yang tidak dilandasi dengan bukti-bukti terlebih dahulu.” Sedangkansecran sosiologis, prejudis adalah sebuah opini,sikap,kepercayaan dan perasaan yang negative yang tidak fair terhadap seseorang atau kelompok masyarakat yang lain (etnis,kewarganegaraan,agama, ras,jenis kelamin,partai politk,keluarga,organisasi tertentu,kelas social dan lain-lain). Sedangkan stereotip adalah memberikan penilaian terhadap sifat-sifat sebagai ciri-ciri khusus yang typicalI dan identical yang ada pada seseorang atau golongan masyarakat tertentu. Misalnya dengan adanya anggapan bahwa “gadis dari suku sunda adalah gadis yang matrealistik”, “orang padang itu pelit”, atau “orang jawa itu kelihatannya halus sikapnya namun sebenarnya sadis”.

Diskriminasi
Unsur lain yang masih terkait dengan kultur adalah masalah diskriminasi. Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak adil terhadap orang atau kelompok lain. Diskriminasi mempunyai hubungan erat dengan relasi antara kelompok yang dominant dengan yang minorotas karena perlakuan yang tidak adil,biasanya, sering berasal dari kelompok dominant terhadap kelompok minorotas. Perlakuan tidak adil atau tindakan diskriminatif bisa terjadi dalam berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan dan lain-lain. Perbedaan-perbedaan cultural seperti perbedaan agama,suku,ras,kelas social,gender,umur dan bahasa dapat dijadikan objek dan alasan untuk melakukan diskriminasi oleh kelompok dominant terhadap kelompok minoritas.

MEMBANGUN PARADIGMA KEBERAGAMAN INKLUSIF

Mengapa beragama harus inklusif ?
agama seharusnya dapat menjadi pendorong bagi umat manusia untuk selalu menegakkan perdalaian dan meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia di bumi ini. Sayangnya, dalamkehidupanan yang sebenarnya, agama justru menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dan kehancuran umat manusia.
Kenyataan pahit yang menyangkut kehidupan umat beragama ini dialami oleh berbagai pemeluk agama dan terjadi di seluruh belahan dunia. Di bosnia Herzegovina, umat islam dan katolik saling membunuh. Di afrika, tepatnya di Nigeria, sering terjadi kontak berdarah antara umat katolik dan islam. Di irlandia utara, umat Kristen dan katolik terus bermusuhan hingga kini di timur tengah, meskipun kekerasan yang timbl dikawasan ini ditenggarai bukan disebabkan oleh perbedaan agama, akan tetapi kelompok-kelomok yang bersitegang justru mewakili tiga golongan masyarakat yang berbeda agama seperti islam,yahudi,dan Kristen juga wilayah Kashmir,umat hindu danislam hingga sekarang melakukan kekerasan.
Setelah adanya kenyataan pahit yang demikianitu, maka sangat perlu untuk membangun upaya-upaya preventif agar masalah pertentangan agama tidak akan terulang lagi di masa yang akan datang. Mengintensifkan forum-forum dialog antar umat beragama dan aliran kepercayaan (dialog antar iman), membangun pemahaman keagamaan yang lebih pluralis dan inklusif,serta memberikan pendidikan tentang pluralisme dan toleransi beragama melalui sekolah adalah upaya preventif yang dapat diterapkan. Berkaitan dengan hal ini maka penting bagi institusi pendidikan dalam masyarakat yang multicultural untuk mengajarkan perdamaian dan resolusi konflik serta yang ada dalam pendidikan multicultural.
Untuk itu, maka dalam pendidikan multicultural, seorang guru atau dosen tidak hanya dituntut untuk mampu secara professional mengajarkan mata pelajaran yang diajarkannya. Akan tetapi mereka juga diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai keberagaman yang inklusif kepada para siswa. Pada akhirnya, dengan langkah-langkah seperti ini out-put yang diharapkan dari sebuah proses belajar-mengajar nantinya adalah para lulusan sekolah/universitas yang tidak hanya cakap sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagaman dalam memahami dan menghargai keberadaan para pemeluk agama dan kepercayaan lain.
Agama
Pengertian agama menurut agama-agama samawi atau dapat juga disebut agama monoestik seperti Kristen,islam, dan yahudi menyimpulkan arti agama itu sendiri sebagai sebuah pengakuan terhadap adanya tuhan dan sebagai wadah untuk penyerahan diri terhadapnya. manusia sebagai mahluk ciptaan tuhan dengan segala keterbatasannya harus menaati segala yang diperintahkan TuhanNya dan meninggalkan segala yang dilarangnya. manusia harus selalu berada pada jalan kebenaran,menjunjung tinggi moral,etika,dan menegakkan keadilan.
Dalam agama hindu,budha dan konghucu agama diartikan sebagai sebuah cara hidup yang ada dan dibawa dalam “kalimat-kalimat” yang diucapkan para guru yang bijaksana. para guru yang menunjukkan jalan kebebasan dan kebenaran yang selalu ada di dalam alam yang selalu berputar, seperti adanya proses kehidupan yang dialami manusia dari lahir hingga dilahirkan kembali.
di sisi lain, para antropologi mencoba untuk memberikan definisi dari sisi ilmu antropologi yang mereka tekuni, mereka mengatakan bahwa agama adalah kepercayaan manusia terhadap sesuatu yang diyakini ada (hidup meskipun tak terlihat) dan mempunyai kekuatan mengatur alam semesta. dalam prakteknya, penganut agama melakukan ritual-ritual tertentu serta menerapkan ajaran-ajaran tentang moral dan etika sesuai dengan petunjuk yang dierima dari pendahulunya baik itu cara-cara,waktu dan tempat melakukan ritual ibadah selain itu, penganut agama percaya pada cerita-cerita, kejadian-kejadian supranatural yang diyakini kebenarannya secara turun-temurun.
Pemahaman tentang arti agama ini penting agar kita dapat membedakan dan memahami yang disebut “agama”, ap yang disebut “nama sebuah agama” (institusi agama) dan apa yang disebut dengan “ajaran agama” , kata “agama” berdasarkan beberpa pengertian di atas adalah sebuah institusi religius sebagai wadah bagi seseorang atau sekelompok orang untuk menyembah TuhanNya. “nama agama” adalah nama dari institusi religius seperti islam,Kristen,budha,hindu dan lain-lain. sedangkan “ajaran agama” adalah pesan-pesan yang harus dilakukan dan ditinggalkan oleh semua penganut agama.

Kritik terhadap agama
Dalam perkembagannya terutama dalam era terkini, banyak orang menilai bahwa agama justru menjadi sumber ketidakharmonisan kehidupan umat manusia. anggapan ini timbu karena agama telah menciptakan “pagar beton” yang memisah-misahkan umat manusia. keadaan ini menyebabkan agama dinilai sebagai sebuah institusi yang eksklusif dan egois. agama juga dinilai hanya berkutat pada dunia ritual,retorik dan ideaisme yang tidak mampu berbuat banyak tatkala berbenturan dengan kenyataan hidup yang sesungguhnya, yang sangan menuntut aksi-aksi social nyata dari agama itu untuk merubahnya.
Adanya kesinisan dan pendapat minor terhadap agama, tidak bis dipungkiri adalah merupakan buah dari telah hilangnya fungsi social agama yang seharusya dapat menegakkan keadilan,kesejahteraan,dan keharmoisan kehidupan manusia. hilangnya fungsi social agama ini tidak lain diakibatkan oleh pemeluk agama itu sendiri yang tidak lebih melihat agama sebagai kebutuhan religius individu belaka. yang lebih menyedihkan, bagi sebagian orang agama justru dipakai sebagai alat kepentingan individu maupun kelompok untuk memperoleh keuntungan-keuntungan politik,social,ekonomi dan lain-lain. keadaan ini menyebabkan munculnya tanggapan dan kritikan sinis terhadap agama.

Nilai Universal dalam Agama-agama
Tak dapat dipungkiri, jika mayoritas umat manusia percaya bahwa sejak awal ketika manusia berada di bumi, mereka sadar dan percaya terhadap adanya kekuatan besar yang mereka hormati,mereka sembah dan mereka agungkan. dalam prakteknya, meskipun bentuk dan zat dari kekuatan besar yang mereka sembah berbeda-beda, mereka sadar bahwa inti dari tingkah laku itu adalah sama yaitu percaya terhadap adanya kekuatan lain diluar kekuatan manusia.
Dengan adanya pemahaman bahwa semua agama dan kepercayaan mengandung ajaran tentang nilai-nilai universal yang sama,maka diharapkan siswa akan mempunyai wacana keberagaman yang inklusif,pluralis dan demokratis sehingga mereka dapat memahami, menghargai dan menghormati agama dan kepercayaan orang lain.

Agama dan Kultur
Agama dan kultur memang tidak dapat dipisahkan. tidak dapat dipisahkannya agama dengan kultur sudah terjadi sejak awal ketika agama atau kepercayaan itu muncul. yaitu ketika agama dan kepercayaan itu mencoba untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Para antropolog melihat bahwa agama adalah merupakan bagian dari kultur karena ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan agama. agama biasanya muncul sebagai jawaban atas berbagai masalah yang ada pada sekelompok masyarakat yang mempunyai kultur tertentu.permasalah yang dihadapi oleh sekelompok masyarakat dengan kultur tertentu, biasanya mempunyai karakter-karakter cultural yang sama dengan kultur yang ada.
Dalam perkembangannya, agama tidak hanya menjadi milik salah satu kelompok masyarakat dengan kultur tertentu. namun,agama kemudian dapat menjadi bagian dari masyarakat yang mempunyai kultur yang berbeda. contohnya, kelompok paduan suara di gereja-gereja Eropo biasanya menggunakan bahasa inggris,jerman,italic dan lain-lain dengan diiringi oleh musik orkestra (dinyanyikan dengan versi klasik). sementara itu, ditempat berbeda kelompok paduan suara dibeberapa gereja di purwokerto jawa tengah, kelompok paduan suaranya menggunakan bahasa jawa diiringi oleh kelompok gamelan (dinyanyikan dengan versi tembang jawa). cotoh di atas, tentunya dapat menjadi bukti bahwa agama tidak terepas dari kultur dimana agama itu tumbuh dn berkembang.

Peran Guru dan Sekolah dalam membangun paradigma keberagaman inklusif.
Guru merupakan factor penting dalam mengimplementasikan nilai-nilai keberagaan yang inklusif dan moderat di sekolah. guru mempunyai posisi penting di dalam pendidikan multicultural karena dia merupakan salah satu target dari strategi pendidikan. apabila seorang guru mempunyai paradigma pemahaman keberagaman yang inklusif dan moderat, maka dia juga akan mampu untuk mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai keberagaman tersebut tehadap siswa si sekolah. Peran guru dalam hal ini meliputi; pertama, seorang guru harus mampu bersikap demokratis, artinya dalam segala tingkah lakunya, baik sikap maupun perkataannys, tidak diskriminatif (bersikap tidak adil atau menyinggung) murid-murid yang menganut agama yang berbeda dengannya. Ketika seorang guru sejarah menjelaskan tentang perang salib ‘crusade” (1099-1291) masehi yang melibatkan kelompok islam Kristen, maka ia harus mampu untuk bersikap tidak memihak salah satu kelompok yang terlibat dalm perang tersebut. Meskipun agama yang dianutnya sama dengan salah satu kelompok yang terlibat di dalamnya. Apabila seorang guru memihak terhadap salah satu kelompok agama yang terlibat dalam perang tersebut, tentunya analisa dan penjelasannya akan menjadi sangat subyektif. Akibatnya,penjelasannya tersebut tidak saja akan melukai hati murid-murid yang menganut agama yang berbeda dengannya, tapi dapat juga menimbulkan permusuhan dalam diri murid-muridnya terhadap salah satu agama yang terlibat dalam perang tersebut.
Kedua, guru seharusnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-kejadian tertentu yang berhubungan dengan agama. Contohnya, ketika terjadi pemboman terhadap sebuah kafe di bali(2003), maka seorang guru yang berwawasan multicultural harus mampu mejelaskan keprihatinannya terhadap peristiwa tersebut. Kemudian seorang guru sebaiknya mampu menjelaskan bahwa kejadian tersebut seharusnya jangan sampai terjadi. Di dalamsemua agama apakah dalam islam,katolik,budha,hindu,yahudi,konghucu dan agama-agama kepercayan lainnya jelas dikatakan bahwa penggunaan segala macam bentuk kekerasan dalam memecahkan masalah adalah dilarang. Kekerasan hanya akan menimbulkan masalah-masalah baru.
Berkaitan dengan hal ini, seorang guru juga harus menjelaskan bahwa itni dari ajaran agama adalah menciptakan kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Selain guru, peran sekolah juga sangat penting dalam membangun lingkungan pendidikan yang pluralis dan toleransi terhadap semua pemeluk agama. Untuk itu, sekolah sebaiknya memperhatikan langkah-langkah berikut; pertama, sekolah sebaiknya membuat dan menerapkan undang-undang local yaitu undang-undang sekolah yang diterapkan secara khusus di satu sekolah tertentu. Dalam undang-undang sekolah tersebut, tentunya salah satu poin penting yang tercantum adalah adanya larangan terhadap segala bentuk diskriminasi agama di sekolah tersebu. Dengan diterapkannya undang-undang ini diharapkan semua unsure yang ada seperti guru, kepala sekolah, pegawai administrasi, dan murid dapat belajar untuk selalu menghargai orang lain yang bebrbeda agama di lingkungan mereka.
Kedua, untuk membangun rasa saling pengertian sejak dini antara siswa-siswa yang mempunyai keyakinan agama yang erbbeda maka sekolah harus berperan aktif menggalakan dialog keagamaan atau dialog antar iman yang tentunya tetap berada dalam bimbingan guru-guru dalam sekolah tersebut. Dialog antar iman semacam ini merupakan salah satu upaya yang efektif agar siswa dapat membiasakan diri melakukan dialog dengan penganut agama yang berbeda.
Ketiga, hal lain yang penting dalam penerapan pendidikan multicultural yaitu kurikulum dan buku-buku pelajaran yang dipakai dan diterapkan di sekolah. Kurikulum pendidikan yang multicultural merupakan persyaratan utama yang tidak bisa ditolak dalam menerapkan strategi pendidikan ini. Pada intinya, kurikulum pendidikan multicultural adalh kurikulum yang memuat nilai-nilai pluralisme dan toleransi keberagamaan. Begitu pula buku-buku, terutama buku-buku agama yang dipakai di sekolah, sebaiknya adalah buku-buku yang dapat membangun wacana peserta didik tentang pemahaman keberagamaan yang inklusif dan moderat.

MENGHARGAI KERAGAMAN BAHASA

Fungsi bahasa
Ada beberpa definisi tentang bahasa. Pertama, bahasa adalah sebuah kumpulan dari bermacam-macam simbol yang dibentuk degna menggunakan aturan-aturan yang kemudian digunakan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Kedua,bahasa adalah instrument dari logika yang akan lebih tepat apabila dikatakan sebagai instrument social yang berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dimana individu dapat bertukar pikiran (sharing idea) dan perasaan (feeling) antara yang satu dangan yang lainnya. Dua pengertian ini kurang lebih mengandung maksud yang sama yaitu bahsa merupakan alat manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya.

Kekuatan bahasa
Kekuatan bahasa dibagi menjadi delapan kategori yaitu; penamaan,kredibilitas, status, seks dan ras, kekuatan, afilasi keinginan dan tanggung jawab.
Pertama, memberi penamaan. Penamaan adalah kekuatan bahsa diman bahasa dapat dipakai sebagai tanda untu menyebut sesuatu. Sesuatu tersebut dapat berupa benda-benda hidup termasuk mausia atau benda-benda mati. Kedua, menunjukkan kredibilitas. Bahasa dapat dipakai oleh seseorang untuk mengetahui kredibilitas orang lain yang sedang berbicara. Ketiga, menunjukkan status. Bahasa dipercaya mempunyai kekuatan yang dapat menunjukkan status si pemakainya. Keempat, menunjukkan seks atau jenis kelamin. Bahasa mempunyai kekuatan untuk membedakan seks atau jenis kelamin seseorang. Kelima, membedakan ras. Bahasa mempunyai kekuatan untuk memberikan sebuah identitas dan mengkategorikan dari ras apa orang yang sedang menggunakan bahasa tersebut. Keenam, menunjukkan kekuatan. Seseorang yang menggunakan bahasa degna ciri-ciri seperti gaya,intonasi bahasa yang “mantap” dan penuh dengan kepercayaan diri, bergaya memberikan perintah kepada orang lain, dan dapat membuat orang lain kagum terhadapnya adalah tanda bahwa orang tersebut mempunyai “kekuatan”. Ketujuh, menunjukkan adanya keinginan seseorang. Bahasa mempunyai kekuatan untuk menjelaskan maksud dan keinginan arang yang menggunakannya. Kedelapan, menunjukkan tanggeung jawab. Bahasa mempunyai kekuatan untuk menunjukkan bahwa seseorang adalah individu yang bertanggung jawab atau tidak.
Bertolak dari beberapa kekuatan bahasa tersebut diatas, yang perlu dicatat adalah bahwa kedelapan klasifikasi tersebut merupakan kekuatan bahasa yang secara umum sering terjadi namun tidak selalu demikian. Bisa saja kekuatan bahasa ini tidak mengindikasikan secara tepat keadaan seseorang atau kelompok pengguna bahasa tertentu karena keadaan manusia secara individu maupun secara kelompok adalah berbeda-beda. Kultur masyarakat yang unik, waktu dan tempat yang berbeda-beda juga dapat menyebabkan kedelapan kekuatan bahasa ini tidak selalu ada dalam bahasa-bahasa tertentu.
Aksen dan dialek
Aksen secara umum menurut gollnick dan chin (1998,233-234) lebih mengacu pada pengertian bagaimana seseorang melafalkan kata-kata. Orang yang berasal dari daerah aceh dan bali, pada umumnya akan mengucapkan “T” seperti dalam kata “tahun” menjadi “tthaun” “sedangkan orang jawa, pada umumnya, akan melafalkan menadi “taun”.
Disisi lain, dialek lebih mengacu pada dua hal, yaitu bagaiman seorang malfalkan kata sekaligus bagaimana seorang menggunakan tata bahasa. Untuk mengucapkan kata “aku tidak tahu” orang batak biasanya akan mengucapkan kalimat “tak tahulah aku” sedangkan orang jawa. Pada umumnya, akan berkata “aku ndak tau”.
Perbedaan-perbedaan semacam ini penting untuk diketahui dan dipahami karena dalam masyarakat yang multilingial tentunya juga ada multi-dialek dan multi-aksen. Sebagai konsekuensi dari perbedaan aksen dan dialeg ini adalah adanya kerentanan terhadap kesalah-pahaman yang bisa terjadi pada pengguna bahsa yang sama atau pengguna bahasa yang berbeda.

Komunikasi non-verbal
Ketika kita bertemu dan berbicara dengan orang lain biasanaya kita bisa menilai apakah orang yang kita temui dan kita ajak bicara itu merasa senang bertemu dengan kita atau tidak dapat dilihat dari bahasa tubuhnya. Apakah raut mukanya menunjukkan kesenangan atau kesediahan? Bahasa tubuh seperti ini adalah merupakan salah satu bentuk dari komunikasi no-verbal
Komunikasi non-verbal mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam interaksi antara individu yang satu dan linnya, karena jenis komunikasi ini dapat mempengaruhi anggapan dan tanggapan dari partner kita berbicara. Poin utama dalam sebuah komunikasi bukan hanya terletak pada ungkapan verbal yang terlihat dan terdengar secara jelas oleh mata dan telinga kita. Emosi, rasa dan pesan-pesan tersembunyi yang kemudian termanifestasikan melalui bahasa tubuhadalah merupakan bagian terpenting dari komunikasi tersebut (gollnick dan chin, 1998-241) penampilan seseorang secara fisik, seperti postur tubuh yang tinggi,gagah,cakep, kulit putih bersih ()kalangan humanis menentang kategori ini sebagai kesimpulan yang tidak manusiawi dan diskriminatif terhadap orang lain yang tidak berpostur tinggi.gagah.tampan,dan berkulit putih), cara berpakaian yang sesuai dengan model masa kini, up to date dan fashionable, sesuai dengan kondisi, situasi dan santun dalam bersikap, secara umum, juga diakui sebagai bagian dari elemen penting dalam komunikasi non-verbal.

Bahasa dan kultur
Bahasa mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kultur. Dapat dikatakan bahwa bahasa tidak bisa dipisahkan dengan kultur, karena kultur itu sendiri merupakan bagian dari bahasa dan begitu juga sebaliknya. Kottak (1987;244) mencontohkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada kultur juga menghasilkan perubahan-perubahan pada bahasa dan cara berfikir seseorang. penjelasan ini menunjukkan bahwa relasi antara bahasa dan kultur adalah sangat kuat.
Kultur dapat menjadi bagian dari bahasa atau sebaliknya. kultur yang ada pada sekelopok masyarakat yang berada pada daerah tertentu dapat dilihat melalui bahasa yang mereka gunakan. seseorang yang menggunakan bahasa jawa dengan ciri-ciri lugas, intonasinya keras, dan dengan menggunakan beberapa kosa kata yang khas seperti rek,cak,yo’opo,gak, dapat dikatakan kemungkinan besar orang tersebut berkultur jawa timur. lebih khusus lagi berasal dari jawa timur bagian utara alias wilayah pantura atau paling tidak pernah tinggal lama diwilayah tersebut.
Sedangkan bila ada sseorang yang menggunakan bahasa jawa dengan ciri-ciri tenang, intonasinya halus dan dengan menggunakan beberapa kosakata yang khas. seperti kata cah,kang,,pripun,ora. dapat dikatakan kemungkinan besar orang tersebut berkultur dan berasal dari yogyakarta, jawa tengah, atau dari wilayah mataraman (bekas wilayah mataram seperti ngawi,madiun,magetan,pacitan,tulungagung dan blitar) di jawa timur.
Dalam contoh yang lebih besar tentang hubungan antara bahasa dan kultur dapat dilihat melalui bahasa yang digunakan oleh masyarakat nelayan yang tinggal disekitar pantai dan masyarakat petani yang tinggal di pedalaman dan pegunungan. bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang tinggal di wilayah pantai dan berprofesi sebagai nelayan biasanya mempunyai ciri-ciri yang keras, lugas, dan cepat pengucapannya. ciri-ciri yang demikian biasanya disebabkan oleh kehidupan mereka yang juga keras seperti suasana pantai yang panas, angin laut yang kencang dan jenis pekerjaan sebagai nelayan yang sangat beresiko tinggi. bagi para nelayan mereka harus berbicara dengan keras, lugas dan cepat ketika mereka berada ditengah laut dengan hembusan angin laut yang menderu-deru dan deburan ombak yang dahsyat, dalam kondisi yang semacam ini tidak mungkin bagi mereka untuk bicara pelan dan halus.
Sedangkan bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang tinggal di wilayah pedalaman dan pegunungan yang berprofesi sebagai petani biasanya mempunyai ciri-ciri halus, pelan dan santai. ciri-ciri semacam ini biasanya dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan mereka seperti suasana pegunungan yang sejuk, tenang dan pekerjaan bertani yang tidak sekeras dan tidk mempunyai resiko setinggi pekerjaan sebagai nelayan. keadaan yang demikian ini tidak menuntut para petani untuk bersuara keras dengan tempo yang cepat ketika berbicara.
Dari pembahasan ini dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa tiap karakter bahasa pada masyarakat tertentu tidak bisa dikatakan lebih ” kasar” dan tidak ”sopan” bila dibandingkan dengan yang lain karena setiap bahasa mempunyai karakter yang sesuai dengan keadaan kultur dimana bahasa itu digunakan.
Pelarangan penggunaan bahasa tertentu
Pelarangan penggunaan bahasa tertentu adalah salah satu bentuk diskriminasi kultur yang seharusnya tidak boleh terjadi. pelarangan ini pernah dilakukan oleh pemrintah orde baru.paling sedikit ada dua bahasa yang pernah terkena imbas secara langsung dari adanya undang-undang pelarangan peggunaan bahasa tertentu ini. kedua bahasa itu adalah bahasa tionghoa dan inggris.
Diskriminasi terhadap bahasa tionghoa sudah dapat dirasakan sejak diterbitkannya beberapa undang-undang penggunaan bahasa tionghoa yang dikeluarkan pemerintah orde baru. undang-undang tersebut seperti ; larangan penerbitan dan percetakan tulisan /iklan beraksara dan berbahasa cina (SE.02/SE/Ditjen/PPG/K/1988). undang-undang tentang penggantian istilah tiongkok dan tionghoa menjadi cina (SE presidium kabinet RI;SE-06/Pres-Kab/6/1967). peraturan ganti nama bagi WNI memakai nama cina (Presidium Kabinet Ampera RI;Kep.Presidium No.127/U/Kep/12/1966)
Akibat dari adanya undang-undang ini para warga keturunan tionghoa tidak bisa menggunakan bahasa mereka dalam berbagai aktifitas umum atau sebagai tanda sebagai identitas pribadi. mereka menggunakan bahasa tonghoa, baik untuk nama diri atau nama usaha, hanya didalam kalangan keluarga secara informal. sedangkan untuk urusan-urusan formal mereka harus menggunakan nama indonesia.
sedangkan diskriminasi terhadap bahasa inggris terjadi di akhir orde baru berkuasa. sekitar akhir tahun 1996 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang melarang digunakannya istilah, kata atau kalimat berbahasa inggris untuk tulisan, iklan atau papan nama. akibat kebijakan ini, masyarakat harus mengeluarkan biaya ekstra yang tidak dapat dibilang sedikit untuk mengganti papan nama,pamflet,papan iklan yang sudah mereka buat.
kedua bentuk kebijakan ini lebih memberikan dampak kurang baik. secara umum, kebijakan yang didasari oleh kepentingan politisi ini justru mematikan perkembangan bahasa sebagai identitas kultural kelompok etnis tertentu yang sehausnya dijaga dan dilestarikan. akibat kebijakan ini, masyarakat kehilangan kesempatan untuk belajar saling memahami dan menghargai bahasa orang lain secara alamiah.
Lagkah yang seharusnya ditempuh oleh pemerintah dalam menghadapi problematika seperti ini adalah menghapus undang-undang yang diskriminatif seperti diatas dan menerbitkan undang-undang baru yang memberikan peluang bagi semua bahasa untuk berkembang secara alami. pemerintah dapat membuat undang-undang yang tidak diskriminatif terhadap salah satu bahasa. undang-undang yang dpat mengakomodir semua bahasa untuk berkembang. undang-undang yang mengharuskan para pengguna bahasa unutk keperluan tertentu seperti periklanan, papan nama, nama fasilitas publik untuk memakai beberpa bahasa yang secara umum diapakai di wilayah tersebut. sebagai contoh, para pengiklan, pemilik toko dan pengelola gedung swasta atau umum di wilayah yogyakarta diwajibkan untuk menggunakan dua bahasa atau lebih; bahasa indonesia, inggris, mandarin, dan jawa. dengan adanya aturan semacam ini, perkembangan beberapa bahasa yang ada di masyarakat tidak terhambat. didamping itu, masyarakat juga dapat belajar untuk mengenal dan memahai keragaman bahasa yang ada disekitarnya. dengan langkah seperti ini, diharapakan perkembangan semua bahasa yang ada di masyarakat dapat berkembang sebagaimana mestinya secara alamiah.
Peran guru dan sekolah dalam menghargai keragaman bahasa
Apabila sekolah mempunyai undang-undang anti diskriminasi bahasa, guru yang mempunyai wawasan kuat tentang bagaimana bersikap dan menghargai keragaman bahasa akan mampu mempraktekkan nilai-nilai tersebut. guru yang sensitif terhadap masalah-masalah yang diskriminatif khususnya terhadap diskriminasi bahasa yang terjadi di sekolah. maka niscaya usaha untuk membangun sikap siswa agar mereka dapat selalu menghargai orang lain yang mempunyai bahasa, aksen, dan dialek yang berbeda, sedikit demi sedikit akn dapat tertanam dan kemudian tumbuh dengan baik.
kejadian seperti dalam pembahasan-pembahasan di atas, sebenarnya adalah masalah serius dan tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa. murid-murid dan guru di kelas tersebut tidak bersikap sebagaimana seharusnya di dalam sebuah ligkungan akademis yang seharusnya penuh dengan nuansa saling menghargai antar sesama, termasuk menghargai perbedaan gaya bahasa yang ada. apabila tidak dicermati secara serius, kejadian semacam ini lambat laun akan membentuk sikap pribadi yang tidak menghargai orang lain. agar kejadian semacam ini tidak terjadi, maka ada beberapa hal peting yang harus dilakukan oleh guru dan sekolah sehingga proses perkembangan sikap yang menghargai orang lain dan lebih khusus lagi menghargai perbedaan bahasa dengan orang lain dapat diterapkan secara efektif.
Dalam hal ini, ada dua point penting yang harus dilakukan oleh guru. pertama, guru harus mempunyai wawasan yang cukup tentng begaiman seharusnya menghargai keragaman bahasa. wawasan ini adalah dasar utama yang harus dimiliki seorang guru agar segala sikap dan tingkah lakunya menunjukan sikap yang egaliter dan selalu menghargai perbedaan bahasa yang ada. dengan sikap yang demikian, diharapkan lambat laun para peserta didik juga akan mempelajari dan mempraktekkan sikap yang sama.
kedua, guru harus mempunyai sensitifitas yang tinggi terhadap masalah-masalah yang menyangkut adanya diskriminasi bahasa yang terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas. contohnya, ketika ada kejadian seperti diawal pembahasan ini, yang mana ketika mayoritas peserta didik menertawakan bahasa,dialek dan aksen salah seorang temannya yang sedang mengungkapkan pendapatnya di dalam kelas, aka guru harus segera mengambil tindakan seperti menghentikan tindakan siswa yang sedang menertawakan temannya. disamping itu, guru juga harus memberikan penjelasan bahwa menertawakan orang lain-menertawakan aksen dan dialek orang lain adalah sebuah tindakan yang tidak terpuji, apalagi di dalam dunia akademis yang mana hal tersebut sangat dilarang.
Peran sekolah dalam mengantisipasi beberapa persoalan diatas sangat penting. Lengkah utama yang penting yang harus dilakukan oleh sekolah adalah membuat dan menerapkan undang-undang sekolah. Undang-undang yang melarang segala bentuk diskriminasi bahsa seperti menertawaka, mengejek dan menghina bahasa orang lain (termasuk unsur-unsur kebahasaan lainnya seperti aksen dialek) di sekolah tersebut.

MEMBANGUN SIKAP SENSITIF GENDER

Persolan gender dalam dunia pendidikan
Sudah sejak lama pendangan masyarakat kita dalam melihat peran antara perempuan dan laki-laki cenderung patriarki. Ini artinya kultur kelaki-lakian atau kebapak-bapakan yang lebih menomorsatukan laki-laki daripada perempuan terlihat lebih dominan. Keadaan seperti ini, kemudian menyebabkan masyarakat secara koletif dan dengan tidak sadar melegitimasi dan menerapkan kultur tersebut di dalam kehidupan mereka.
Kenyataan semacam ini dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan serius bagi kaum perempuan yang apabila terjadi secara terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya pen-subkoordinasia-an kaum perempuan dari laki-laki. Kemudian pada akhirnya akan menimbulkan dampak yang kurang baik seperti adanya peminggiran hak-hak perempuan, pemberian citra negatif terhada perempuan, pemberian beban berlebihan terhadap perempuan dalm rumah tangga dan terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan seperti pelecehan seksual.
Sebenarnya, tidak sulit bagi kita untuk melihat adanya peminggiran hak-hak perempuan. Sebagai contoh, lebih dari separuh dari total populasi di negeri ini adalh perempuan akan tetapi jumlah wakil mereka di lembaga legislatif (DPR) kurang dari 10%.
Begitu juga dengan pemberian citra negatif terhadap kaum perempuan dapat kita temukan dalam kehidupansehari-hari. Perempuan akan lebih mendapatkansebutan negatif daripada laki-laki apabila menyandang status janda akibat sebuah perceraian. Perempuan yang menjanda sering disebut sebagai ”perempuan yang tidak bisa melayani laki-laki dengan baik”, ”janda genit”, ”penggoda suami orang” dan berbagai sebutan negatif lainnya.
Dalam rumah tangga, biasanya perempuan mendapatkan beban kerja yang lebih banyak bila dibandingkan dengan laki-laki. Peekrjaan sebagai ibu rumah tangga adalah sebuah pekerjaan yang tidak bisa dianggap sepele. Mengasuh anak, membersihkan rumah,memasak dan melayani kebutuhan suami, adalah pekerjaan-pekerjaan berat yang harus ditanggung oleh seorang ibu rumah tangga. Sedangkan pihak laki-laki hanya mendapatkan kewajiban mencari nafkah.
Pada umumnya, adanya anggapan dari masyarakat bahwa perempuan dalah sebagai mahkluk yang lemah secara fisik, menyebabkan mereka rentan menjadi objek dari berbagai macam tindak kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangg, pemerkosaandan pelecehan seksual adalah contoh sederhananya. Menurut data dari beberapa lembaga swadaya masyarakat di beberapa kota besar seperti jakarta, semarang, DIY, dan surabaya, tercatat rat-rata sekitar 100 sampai 200 kasus kekerasan dalam rumah tangga pertahun.
Berdasarkan uraian di atas, untuk memutus mata rantai perkembagan perlakuan tidak adil dan kekerasan terhadap perempuan, perlu kiranya dibangun kesadaran tentang kesetaraan peran antara laki-laki dan perempuan. Aksi ini harus dimulai sejak dini dengan cara menanamkan nilai-nilai yang menjunjung tinggi persamaan hak dan sikap anti diskriminasi terhadap perempuan ataupun laki-laki melalui sekolah dari tingkat paling dasar hingga tingkat pendidikan tinggi. Langkah pembangunan kesadaran seperti tersebut di atas adalah salah satu bagian penting dalm pendidikanmultikultural.
Namun demikian, hal utama yang perlu dicatat adalh seorang guru mempunyai peran yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai dan sikap-sikap anti diskriminasi gender ini. Oleh karena itu, seorang guru atau dosen harus mempunyai wawasan yang cukup tentang keadilan gender agar ketika di kelas, di sekolah dan di kampus, dia tidak hanya mengajarkan mata pelajaran saja, akan tetapi juga mampu menanamkan nilai-nilai keadilan gender melalui penjelasan-penjelasannya maupun sikap-sikapnya. Dengan langkah ini diharapkan siswa tidak hanya belajar memahami mata pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi mereka juga dapat belajar tentang nilai-nilai keadilan gender dari gurunya.

Gender dan kultur
Gender adalah peran dalam kehidupan yang bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Peran ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan tanda-tanda biologis yang dibawa manusia sejak lahir. Gender lebih cenderung mengacu pada anggapan yang berlaku dalam masyarakat tentang aktivitas-aktivitas dan sikap-sikap (sifat dan perilaku) yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh laki-laki atau perempuan. Ungkapan ini dapat diartikan bahwa gender tidak bisa dipisahkan dengan kultur karena gender dibentuk oleh kultur. Artinya, pandangan setiap kelompok masyarakat yang satu dan lainnya terhadap peran gender antara laki-laki dan perempuan akan berbeda.
Dalam masyarakat jawa tradisional yang masih kental dengan kultur patriarki, memasak adalah tugas perempuan yang menjadi bagian dari tugas utamanya sebagai ibu rumah tangga. Laki-laki, dalam masyarakat jawa tradisional, dianggap kurang pantas bila berurusan dengan dunia masak-memasak. Di sisi lain, dalam masyarakat jaa yang lebih berfikir terbuka, urusan masak-memasak tidak ada kaitannya dengan adanya anggapan pantas dan tidak pantas bagi laki-laki atau perempuan. Urusan masak-memasak, dalam kelompok masyarakat ini, sangat berkaitan erat dengan adanya ”kesempatan” bagi keduanya. Karena kesibukan masing-masing pihak, baik perempuan ataupun laki-laki, apabila yang mempunyai kesempatan memasak adalah pihak laki-laki maka yang bertugas memasak adalah laki-laki, begitu pula sebaliknya.

MEMBANGUN PEMAHAMAN KRITIS TERHADAP KETIDAKADILAN DAN PERBEDAAN STATUS SOSIAL

Status sosial dan pendidikan multikultural
Krisis multidimensi yang terjadi di negeri ini, harus diakui telah menyebabkan berbagai macam persoalan sosial yang semakin meluas dan menjadi-jadi. Kemiskinan, penganguran dan kriminalits terus meningkat prosentasenya. Kebijakan ekonomi maupun politik pemerintah yang selama ini cenderung lebih mengutamakan kepentingan elit polotik dan para pengusaha kelas atas adalah salah satu faktor utama yang menjadi penyebab kian parahnya krisis multidimensi ini.
Akibat dari keadaan ini, golongan yang paling menderita tentunya dalah masyarakat yang berada pada lapisan sosial paling bawah. Kecilnya perhatian dan tindakan serius lembaga pemerintahan, baik legislatif maupun eksekutif terhadap masyarakatkelas bawah ini,telah menyebabkan jumlah masyarakat miskin dan pengangguran semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada akhirnya, realitas seperti ini kian manyebabkan jurang pemisah antara mayoritas masyarakat kita yang miskin dengan segelintir orang yang kaya menjadi semakin melebar.
Dalam menghadapi persoalan yang sedemikian complicated ini, sudah barang tentu perlu dicari beberapa cara dan strategi untuk mengurangi, atau paling tidak meminimalkan problem-problem tersebut. Dalam hal ini, pemerintah legislatif maupun eksekutif harus mampu membuat dan menerapkan kebijakan di berbagai macam bidang. Seperti bidang ekonomi, hukum pendidikan dan politik agar lebih mengutamakan kepentingan masyarakat kelas bawah yang notabene merupakan golongan mayoritas di negeri ini. Memahami, mengerti, berempati dan melakukan tindakan-tindakan konkrit dan nyata terhadap bermacam permasalahan yang rumit dari kelompok mayoritas ini, adalah tanggung jawab utama pemerintah yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Langkah-langkah konkrit yang sangat krusial dan harus segera dilakukan oleh pemerintah, misalnya di bidang ekonomi, harus mampu benar-benar merealisasikan ”kebijakan ekonomi kerakyatan” yang selam ini hanya dinilai sebagai lips service dari pemerintahan yang satu kepemerintahan yang lainnya. Di bidang hukum, pemerintah harus berani menindak tegas para pelanggar hukum; terutama mereka-mereka yang termasuk koruptor kelas kakap dengan tanpa pandang bulu, sekalipun orang yang terlibat pelanggaran hukum itu adalah orang-orang yang kuat secara ekonomi maupun politik.
Di bidang politik, pemerintah sebagai bagian dari para elite politik harus kembali ingat pada janji-janjinya ketika berkampanye jangan sampai para elite politik (pemerintah) mengambil kebijakan yang justru menyengsarakan rakyat hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Di bidang pendidikan, secara khusus pemerintah harus benar-benar mampu untuk mencerdaskan seluruh bangsa Indonesia dengan cara menyediakan pendidikan yang murah dan bermutu; pendidikan yang baik jangan hanya dinikamti oleh kalangan-kalangan berduit yang merupakan bagian kecil dari bangsa ini. Dan jangan sampai pula pendidikan hanya bertujuan untuk membangun kemampuan ognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (keterampilan) saja, akan tetapi harus mampu untuk membangun kemampuan afektif(sikap) siswa.
Oleh sebab itu, dalam pendidikan multikultural ditekankan adanya pembangunan sikap (afektif) yang termasuk di dalmnya adalah bagaimana membangun kesadaran, pemahaman yang kritis siswa terhadap berbagai fenomena sosial yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat umum. Seperti ketimpangan sosial (stratifikasi sosial), pengangguran, kemiskinan dan korupsi. Langkah ini diharapkan akan dapat meningkatkan kesadaran peserta didik yang pada akhirnya nanti dapat membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya selalu menjunjung tinggi kepentingan umum, menjadi individu yang bertanggung jawab secara pribadi maupun sosial dan menjunjung tinggi moral dan etika dalm bermasyarakat.

Makna stratifikasi sosial
Dalam sebuah negara yang sedang dilanda berbagai macam krisis yang berkepanjangan, seperti di Indonesia saat ini, timbulnya kesenjangan sosial yang sangat dalam antara kelompok masyarakat yang miskin dan yang kaya adalah sesuatu kenyataan yang sulit dihindari. Keadaan seperti ini kemudian menyebabkan timbulnya berbagai kelompok sosial dalam masyarakat itu sendiri. Perbedaan kelompok sosial ini merupakan salah satu bentuk dan bagian dari stratifikasi sosial.
Stratifikasi sosial itu sendiri, sebenarnya merupakan akibat ketidaksamaan posisi dan tempat secara sosial di dalam masyarakat yang berbentuk pengkategorian yang berbeda-beda, sehingga kesempatan untuk mendapatkan akses tertentu seperti sosial, ekonomi dan politik menjadi berbeda. Stratifikasi sosial ini adalah sebuah fenomena sosial. Sebuah label stratifikasi sosial bukan merupakan karakter yang dibawa manusia sejak lahir atau disebabkan oleh kekuatan supranatural yang datang dari luar kemampuan manusia. Stratifikasi sosial lebih merupakan akibat dari perbuatan manusia yang dilakukan sekarang atau pada masa lalu. Dapat juga dikatakan bahwa generasi-generasi awal kita bisa menyebabkan keberhasilan atau kehancuran generasi yang akan datang.
Mengacu pada penjelasan diatas, timbulnya kesenjangan sosial yang sangat dalam antara kelompok masyarakat yang kaya dan yang miskin di Indonesia ini, kemungkinan besar, merupakan akibat dari perbuatan para generasi pendahulu kita (pemerintah dahulu), atau bisa juga merupakan akibat dari perbuatan generasi sekarang (pemerintah sekarang). Untuk mencari bukti tentang kuatnya pendapat ini tidaklah sulit. Banyak kasus korupsi,kolusi dan nepotisme yang terjadi sejak oede baru hingga era reformasi, ini merupakan bukti-bukti yang tidak bisa kita ingkari.

Peran guru dan sekolah dalam membangun sikap kepedulian sosial
Guru dan sekolah mempunyai peran pokok terhadap pengembangan sikap siswa yang peduli pada kritis terhadap segala bentuk ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik yang ada disekitarnya. Dengan menumbuhkan kesadaran kritis siswa sejak dini terhadap segala fenomena ketidakadilan yang ada, diharapkan dapat mendorong siswa untuk selalu bersikap kritis terhadap keadaan atau lingkungan yang tidak adil.
Guru mempunyai peran penting dalam menumbuhkan sikap kepedulian sosial siswa. Guru, diskui atau tidak, mempunyai peran utama dalam pengembangan karakter siswa yang kritis terhadap fenomena ketidakadilan sosial, politik dan ekonomi di dalam maupun di luar lingkungan mereka. Dalam pendidikan multikultural ada beberapa langkah penting untuk diterapkan oleh para guru dalam menumbuhkan sikap kepedulian sosial siswa. Pertama, dalam pendidikan multikultural, seorang guru sebaiknya mempunyai wawasan yang cukup tentang berbagai macam fenomena sosial yang ada di lingkungan murid-muridnya. Terutama sekali yang berkaitan dengan ketidakadilan sosial, politik dan ekonomi seperti masalah kemiskinan, penganguran, korupsi dan lain-lain. Harus disadari bahwa tidak semua guru mempunyai wawasan dan pemahaman kritis tentang berbagai ketidakadilan yang terjadi. Untuk itu, penting bagi pihak sekolah utuk memberikan training dan pelatihan khusus untuk membangun pemahaman kritis guru terhadap berbagai fenomena ketidakadilan yang ada.
Kedua, guru sebiknya mempunyai sensitifitas terhadap adanya diskriminasi dan ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik. Ketika ada penggusuran terhadap perkampungan kumuh yang terletak tidak jauh dari sekolah, seorang guru seharusnya mampu menjelaskan keadaan tersebut secara obyektif dan kritis. Kesensitifan seorang guru yang dapat menjelaskan kenapa sampai terjadinya penggusuran, apa dampak dari penggusuran itu, kenapa orang-orang yang tinggal di daerah yang digusur tersebut kebanyakan orang miskin, apa yang seharusnya dilakukan pemerintah terhadap para korban penggusuran tersebut, tentunya akan bermanfaat dalam membentuk wacana dan pemahaman murid terhadap berbagai fenomena sosial yang ada di sekitar mereka.
Ketiga, seorang guru sebaiknya dapat menerapkan secara langsung sikap peduli dan anti diskriminasi sosial, politik dan ekonomi di kelas, sekolah maupun di luar sekolah. Guru dapat menerapkan sikap tersebut dengan cara bersikap adil kepada seluruh siswa tanpa harus mengistimewakan salah satu dari mereka meskipun latar belakang status sosial mereka berbeda. Contoh lainnya, seorang guru harus dapat bertindak ketika melihat sekelompok siswa membuat ”geng” yang anggotanya para siswa dengan latar belakang kelas sosial-ekonomi tertentu.
Dalam melihat fenomena semacam ini, guru harus tanggap dan mampu menjelaskan, membimbing dan menyadarkan para siswa tersebut untuk tidak mengeksklusifkan diri, karena hal itu tidak sesuai dengan etika dan norma-norma kehidupan sosial yang ada. Selain itu, harus dijelaskan bahwa tindakan tersebut merupakan salah satu bentuk diskriminasi terhadap siswa lain yang di dalam undang-undang sekolah tindakan semacam itu dilarang.
Sekolah juga mempunyai peran penting dalam membangun kesadaran kritis siswa dalam melihat ketidakadilan sosial di sekelilingnya. Agar peran ini dapat dimanfaatkan dengan baik, ada beberapa langkah yang harus diperhatikan oleh sekolah. Pertama, sekolah sebiaknya membuat dan menerapkan peraturan atau undang-undang sekolah yang dapat mendorong tumbuhnya kesadaran kritis terhadap fenomena ketidakadilan politik, ekonomi dan sosial yang ada di sekitar mereka. Dalam undang-undang sekolah itu ditetapkan peraturan yang mengatakan bahwa semua siswa, tanpa terkecuali dan tanpa memandang latar belakangnya, mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Selain itu, dalam undang-undang sekolah tertulis juga larangan keras bagi setiap siswa untuk melakukan kebohongan dan mencontek dalam kegiatan akademis di sekolah atau di kampus. Dengan diberlakukannya peraturan yang salah satu intinya seperti ini secara sungguh-sungguh dan konsisten oleh pihak sekolah dapat membangun sikap siswa untuk percaya diri, menghargai orang lain dan bertanggung jawab.
Kedua, untuk membangun sikap peduli terhadap masyarakat yang terpingkirkan secara ekonomi, sosial dan politik. Sekolah dapat membuat acara bulanan atau bahkan tahunan yang diikuti oleh seluruh pihak sekolah yang berbentuk bakti sosial atau aksi nyata lainnya. Dalam bakti sosial ini tentunya tidak hanya ditekankan pada pemberian sumbangan yang bersifat ekonomis, akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana siswa dapat melakukan dialog, merasakan dan mencari solusi pemecahan atas problem masyarakat yang dapat perlakuan tidak adil dari penguasa tersebut.
Ketiga, sekolah sebaiknya menerapkan kurikulum yang tidak hanya di desain untuk meningkatkan kemampuan kognitif (ilmu pengetahuan), tetapi juga meningkatkan kemampuan afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan). Misalnya dalam landasan dan tujuan kurikulum mata pelajaran ekonomi yang tidak hanya mengatakan bahwa kurikulum tersebut diterapkan untuk menciptakan ekonom handal yang mampu menjadi manajer bisnis kelas tinggi. Akan tetapi juga mempunyai visi dan misi untuk membangun keadilan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara umum.

Translete jurnal

Sudut pandang Nasional dari janji dan Program Praktik untuk budaya, bahasa,kesukuan dan beragam kemampuan serta Bakat Siswa

Christine J. Briggs
University of Louisiana at Lafayette
Sally M. Reis
Erin E. Sullivan
University of Connecticut

Abstrak: Rendahnya keterwakilan budaya, bahasa, dan beragam etnis (CLED) tinggi dan kemiskinan
siswa berbakat dan berbakat dalam program-program yang telah lama bidang perhatian. Studi ini penyelidikan metode kualitatif berhasil meningkatkan partisipasi CLED siswa berbakat program di seluruh bangsa. Dua puluh lima program terpilih untuk dimasukkan dalam studi. Orang-orang, 7 program ini dipilih untuk mendalam dalam kunjungan yang menyertakan wawancara dengan administrator dan guru, serta observasi. Data yang diusulkan lima kategori kontribusi kepada berhasil identifikasi dan partisipasi siswa dalam CLED gifted program. Kategori ini termasuk dimodifikasi identifikasi prosedur; program dukungan sistem, seperti front-loading (mengidentifikasi tinggi dan potensi anak-anak memberikan peluang untuk maju bekerja sebelum resmi identifikasi); memilih kurikulum / instruksional desain CLED yang memungkinkan siswa untuk berhasil; gedung induk / sambungan rumah, dan menggunakan program evaluasi praktek dirancang untuk menekankan cara untuk CLED siswa sukses.


Penelitian untuk menempatkan Gunakan: Artikel ini menjelaskan identifikasi dan strategi program yang dirancang untuk mendorong keberhasilan masuknya siswa dari semua budaya dan semua kelompok umur dan lokasi geografis di program siswa berbakat. Strategi yang telah diterapkan di berbagai jenis program dan mencerminkan berbagai pendekatan, termasuk percepatan, penyuburan, mentorships, dan kombinasi kurikuler dan instruksional pendekatan. Pendekatan ini dapat dilaksanakan sebelum identifikasi telah terjadi untuk membantu mempersiapkan siswa untuk lebih menantang konten (strategi disebut front-loading) dan setelah siswa telah diidentifikasi untuk membantu mereka berhasil dalam program. Ia adalah tanggung jawab kita untuk mengolah yang talenta muda semua orang, termasuk orang-orang dari kelompok historis lebih untuk gifted program. Yang relatif keberhasilan program-program yang dijelaskan dalam artikel ini menunjukkan pendidik yang ingin membuat lebih inklusif gifted program mungkin terlihat kreatif untuk identifikasi dan dukungan strategi untuk membantu mereka mencapai tujuan ini.


Peneliti dan pendidik di bidang pendidikan siswa berbakat telah lama prihatin dengan perwakilan rendah dari budaya, bahasa, dan etnik beragam (CLED) siswa berbakat di seluruh program negara (Baldwin, 1978; Ford & Harmon, 2001; Gallagher & Gallagher, 1994; Lohman, 2005; Oakland
& Rossen, 2005; Renzulli & Reis, 1997). Dengan mengubah demografis di sekolah umum, dan kedua politik tekanan dan sumber dana ini berfokus pada kepedulian, pendidik harus mempertimbangkan untuk mengubah cara identifikasi prosedur dan pelayanan yang memadai untuk mengenali
dan mengembangkan ini siswa berbakat. Artikel ini merangkum studi investigasi beberapa contoh bagaimana gifted program pendidikan telah dilaksanakan atau diadaptasi untuk meningkatkan underrepresentation dan sukses partisipasi beragam berbakat dan berbakat siswa (Tomlinson, Ford, Reis, Briggs, & Strickland, 2004).

Penelitian Identifikasi dan Layanan keragaman budaya untuk Mahasiswa

Selama empat dekade, ada pendidik semakin diakui perlunya reformasi dan meningkatkan pendidikan budaya dan bahasa beragam siswa sekolah di AS (Baldwin, 2002; Castellano & Diaz, 2002). Bahkan dengan pertimbangan ini, CLED siswa yang akan melanjutkan untuk melakukan perbaikan dan pembenahan di kelas dan program berbakat (GT) dan layanan (Donovan & Cross, 2002). Survei nasional menunjukkan bahwa hanya 10% dari siswa yang berperforma tertinggi di tingkat CLED siswa, meskipun mereka mewakili 33% dari populasi sekolah (Gallagher, 2002).

Jelas, ada kebutuhan untuk strategi yang akan memungkinkan CLED siswa dengan bakat dan hadiah untuk berpartisipasi dalam GT program dan layanan. Penelitian tentang topik menawarkan beberapa luas area fokus untuk mencapai tujuan ini, termasuk memperluas identifikasi dan prosedur seleksi (Ford & Grantham, 2003; Frasier, Garcia, & Passow, 1995; Frasier & Passow, 1994, Morris, 2002), pengertian uji bias (Ford & Harmon, 2001; Ford & Harris, 1999), pelaksanaan pelatihan kesadaran budaya guru dalam program pendidikan (Ford & Trotman, 2001; Rios & Montecinos, 1999), mengingat berbagai perilaku yang menunjukkan giftedness (Baldwin, 2002; Frazier & Passow, 1994; Maker & Schiever, 1989), dan mendorong reformasi pendidikan multikultural (Bank & McGee-Banks, 2001; Bernal, 2002; Ford & Harmon, 2001; Ford & Harris, 1999).

Penelitian baru-baru ini juga memberikan contoh kabupaten yang telah menggunakan strategi khusus untuk meningkatkan dan model program pendaftaran dan ingatan dari CLED program siswa berbakat (Tomlinson et al., 2004). Dikutip strategi termasuk menggunakan beberapa kriteria untuk identifikasi, memberikan kesempatan pengembangan bakat sebelum identifikasi proses (didefinisikan di sini sebagai "front loading"),mendemonstrasikan administrasi untuk mendukung program perubahan, mempersiapkan guru untuk menerapkan perubahan, dan kembali ke masyarakat untuk sumber daya dan dukungan. Meskipun laporan ini telah menjanjikan, selanjutnya evaluasi dan penelitian yang diperlukan untuk menilai spesifik proses dan tahapan yang menyebabkan perubahan dalam program-program ini dan kabupaten (Bernal, 2002). Tujuan ini studi ini adalah untuk mengidentifikasi program menggunakan jenis identifikasi perubahan strategi dan program layanan untuk membantu siswa mencapai CLED dan untuk memberikan researchbased informasi tentang strategi yang dapat mengakibatkan CLED lebih dikenali sebagai siswa berbakat dan berbakat.

Identifikasi faktor-faktor dalam dan Layanan Mahasiswa dari CLED

Terlalu sering, perwakilan jumlah siswa CLED tidak termasuk dalam program untuk kemampuan dan siswa berbakat, bila dibandingkan dengan demografis dari CLED siswa di sekolah total populasi (Ford & Grantham, 2003; Maker & Schiever, 1989). Mayoritas kaum muda yang berpartisipasi dalam program berbakat dan berbakat di Amerika Serikat mewakili budaya yang dominan (Donovan & Cross, 2002), mungkin karena banyak pendidik Mei terus melihat yang lebih tradisional dari bakat.ada korelasi antara identifikasi
hadiah dan bakat dalam siswa dan nilai tertinggi pada pencapaian atau tes IQ (Ford & Grantham, 2003; Ford &
Trotman, 2001; Frasier & Passow, 1994). Ini bentuk bakat, digambarkan sebagai gedung sekolah atau akademik bakat oleh Renzulli dan Reis (1985, 1997), Biasanya dicirikan oleh nilai tinggi, nilai tertinggi pada standar prestasi. dan tes bakat, dan kelas kuat kinerja.Dengan penekanan pada saat ini
tradisional jenis bakat, diidentifikasi CLED siswa umumnya merupakan sebagian kecil dari yang berbakat CLED siswa-siswa sekolah kami yang dapat hadiah laten atau baru muncul (Baldwin, 1978; Ford & Harris, 1999; Frasier & Passow, 1994; US Department Pendidikan, 1993).

Identifikasi dan ketentuan berlaku CLED program pelayanan kepada siswa yang dipengaruhi oleh spesifik penilaian alat yang digunakan untuk identifikasi, pendidik bias persepsi dan perilaku budaya, kuantitas dan kualitas guru persiapan untuk bekerja CLED dengan siswa, dan di berbagai sudut instruksional strategi. Bias pendidik, misalnya, terjadi prasangka ketika ide tentang apa yang merupakan bakat hasil dalam sebuah kegagalan untuk mengakui indikator bakat di CLED siswa dengan potensi tinggi (Bruch, 1975; Callahan, Hunsaker, Adams, Moore, & Bland, 1995; Deslonde, 1977; Ford & Grantham, 2003; Grossman, 1998). Selama 20 tahun, dua perspektif perbedaan budaya yang sudah ada, terfokus pada satu budaya defisit dan lainnya pada perbedaan budaya. Budaya-model defisit mencerminkan bahwa kepercayaan dominan adalah budaya normatif, dan berbagai kebiasaan dan perilaku menyimpang atau tidak patut. Perbedaan budaya perspektif menunjukkan bahwa perbedaan perilaku dan kebiasaan di antara orang-orang yang berbeda budaya yang harus diharapkan; menghindari nilai Hukum tentang kepercayaan dan perilaku budaya, dan menyajikan berbagai budaya, termasuk budaya yang dominan, karena paralel atau cocultures (Ford, Howard, Harris, & Tyson, 2000; Morris, 2002). Guru yang menggunakan budaya-perbedaan perspektif mengenali CLED siswa komunikasi individu
dan bekerja dan merespon preferensi dalam satu dari dua cara. Mereka mengenal perbedaan baik tetapi
memerlukan CLED siswa untuk beradaptasi dengan muat di Common kelompok masyarakat atau mengenali perbedaan dan mengubah lingkungan belajar siswa belajar untuk mendukung preferensi (Baldwin, 2002; Grantham & Ford, 2003; Ford dkk., 2000; Morris, 2002; Renzulli & Reis, 1997).

Faktor-faktor lain mempengaruhi identifikasi termasuk bahasa masalah dan tidak adanya tepat merangsang lingkungan, juga tak berdasar takut mengurangi kualitas program dan salah persepsi beberapa siswa yang berbakat dapat ditemukan di CLED kelompok. Dengan penekanan pada saham-tinggi melekat dalam pengujian Tidak individu pada anak, siswa yang bahasa atau akademik keterampilan berbeda dari yang diuji oleh negara dan nasional penilaian dapat dianggap kurang baik dan tidak sesuai dengan tingkat akademis tinggi tantangan (Gallagher, 2004). Hal-hal ini dapat terus mempengaruhi adversely arahan dari potensi tinggi untuk CLED siswa berbakat program.

Siswa berbakat sering diprogram untuk dicalonkan oleh guru, yang harus memiliki pengetahuan, pemahaman,kesadaran, dan apresiasi mereka siswa budaya untuk menjamin pengakuan dari berbagai bakat (Briggs & Reis, 2004, Ford, Moore, & Milner, 2005; Frasier dkk., 1995). Guru mungkin salah menilai siswa atribut, karakteristik, dan perilaku dapat bervariasi di seluruh budaya dan gagal untuk menyadari bahwa beragam karakteristik tidak mencerminkan kemampuan dan ketiadaan sikap. Dengan demikian, manifestasi dari berbagai bakat mungkin merupakan satu penghalang untuk guru nominasi budaya yang beragam siswa (Briggs & Reis, 2003; Ford, Moore, & Milner, 2005; Frasier dkk., 1995).

Guru harus mempelajari bagaimana karakteristik umum digunakan untuk mengidentifikasi perilaku berbakat mungkin berbeda dalam budaya konteks dan dalam apa cara ini mempengaruhi perilaku identifikasi bakat di CLED siswa. Frasier dkk. (1995) mengemukakan bahwa tiga hal yang mempengaruhi CLED siswa pencalonan dan kemudian untuk identifikasi partisipasi dalam program berbakat. Pertama, ada linguistik, yang terjadi saat ujian kesalahan yang dilakukan oleh siswa yang tidak cakap dalam bahasa Inggris masker siswa 'benar pengetahuan tentang topik. Kedua, komunikasi yang bergaya merujuk kepada perbedaan antara kemampuan dan kinerja ketika siswa dipaksa untuk menanggapi satu jenis ujian dengan cara atau sosial budaya yang berbeda dari gaya mereka biasa berkomunikasi. Ketiga, kognitif gaya bisa merujuk ke oversights bakat dalam pengakuan ketika mahasiswa dari suatu kelompok budaya mereka nyata kemampuan terutama dengan cara-cara tidak diukur dengan standar ujian (Ford & Grantham, 2003). Seperti ras dan budaya kebiasaan mempengaruhi cara lanjutan kemampuan mungkin dimanifistasikan, maka daftar karakteristik bakat dalam pengantar buku mungkin gagal untuk menjelaskan budaya beragam berbakat dan siswa berbakat (Reis & Kecil 2005). Karena kebiasaan ini dapat muncul dengan cara yang berbeda dalam berbagai kelompok budaya, kelas guru harus memahami budaya spesifik yang baik dan perilaku berbagai cara untuk mengenali karunia dan talenta CLED siswa (Menendez, 1995; Morris, 2002; Rhodes, 1992).

Metode Penelitian

Metodologi kualitatif, termasuk beberapa komparatif dan mendalam dalam studi kasus analisis, yang digunakan dalam studi (Merriam, 1988; Miles & Huberman, 1994; Yin, 2002). Kuesioner, memeriksa dokumen, dalam wawancara mendalam, dan pengamatan yang digunakan untuk mengumpulkan data, untuk menggali persepsi para koordinator program dan guru, untuk membangun dan tebal studi kasus. Tambahan utama sumber data termasuk laporan dan evaluasi program, kurikulum penjelasan, koran artikel, kurikulum unit, dan buku panduan program diizinkan untuk peneliti meneliti bagaimana program guru dan koordinator meningkatkan jumlah siswa yang beraneka ragam budaya berhasil berpartisipasi dalam program berbakat.

Pendataaan dan Instrumentasi

Sebelum pengumpulan data, informasi yang kuesioner, Program contoh untuk keragaman budaya Informasi Mahasiswa gifted Matrix (EPCDGS; Briggs & Reis, 2003), dikembangkan dengan luas terkait tinjauan literatur penelitian (Tomlinson et al., 2004) dan lapangan uji dengan konten ahli. Ahli konten termasuk yang terkait dengan Penelitian Nasional Pusat pada Gifted dan Talented di Universitas Connecticut dan Universitas Virginia, serta tambahan peneliti tertarik siswa berbakat di seluruh Indonesia. Yang disertakan EPCDGS buka-berakhir bagian meminta informasi demografis, program deskripsi dan tujuan, identifikasi prosedur, bukti keberhasilan program dan evaluasi, studi kasus, dan dirasakan manfaat program partisipasi untuk siswa. Sebagai bagian yang terbuka berakhir, mereka dirancang untuk memperoleh informasi tentang keberhasilan program. Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang program-program potensial yang dapat menghasilkan informasi tentang praktek-praktek yang berhasil diidentifikasi dan memungkinkan siswa CLED partisipasi dalam program bakat pendidikan.



Tabel I

Keterwakilan geografis Program

Wilayah Jumlah Program Tingkat grade
Program Pengiriman
Timur laut 4 K-12 Kepergian; sumberdaya; panas

Midwest
7 K-12 Dalam kelas; panas; Sabtu; setelah sekolah; kepergian; sumberdaya



Barat laut / pantai barat
3 K-12 Dalam kelas; magnet; kepergian
Plains / Southwest 6 K-12 Kepergian; dalam kelas, setelah sekolah; panas
Pantai Timur / Tenggara
5 K-12 pull-out; sumberdaya; panas; setelah sekolah; Sabtu

Data kualitatif prosedur diikuti panduan yang disarankan oleh Strauss (1987) dan Strauss dan Corbin (1990). Pemilihan program telah selesai dalam empat tahap. Dalam Tahap 1, huruf dan penyelidikan e-mail pembujukan nominasi yang dikirim ke pemimpin dalam lapangan, seperti direktur program pasca sarjana, peneliti bakat pendidikan, anggota Dewan Direksi untuk Asosiasi Nasional untuk bakat anak-anak, dan negara-tingkat direktur program siswa berbakat. Undangan untuk mencalonkan program disertai kuesioner yang juga tersedia di situs Web dari Asosiasi siswa berbakat nasional untuk anak-anak dan Nasional di Pusat Penelitian dan siswa berbakat. Empat puluh enam program yang awalnya dicalonkan, mewakili cross bagian geografis daerah di seluruh Indonesia Serikat. Nominasi termasuk sekolah berbasis-program; setelah-program sekolah, dan program musim panas untuk SD, SMP, SMA dan mahasiswa.

Dalam Tahap 2, koordinator program dari semua nominasi program diminta untuk melengkapi dan menyerahkan EPCDGS program dan dokumentasi tambahan. Itu menyelesaikan kuesioner dan program tambahan informasi, termasuk gambaran peningkatan partisipasi CLED dari siswa, yang diterima dari 40 program. Informasi yang disampaikan dengan kuesioner termasuk buku panduan program, meja dokumentasi jumlah siswa yang diidentifikasi selama periode waktu, identifikasi prosedur, data demografi, evaluasi data, berita, dan informasi lainnya. Itu data yang dikumpulkan selama tahap ini, peneliti diaktifkan ke mengidentifikasi 25 program tindak lanjut, dalam wawancara mendalam dengan program direksi. Program-program ini dipilih Dari seluruh wilayah bangsa, mewakili semua kelas tingkatan, dan beberapa jenis pengiriman model, seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Meskipun sebagian besar program koordinator tidak ada data yang tepat pada persentase CLED siswa untuk mengidentifikasi mereka dibandingkan dengan program Persentase ini siswa di sekolah atau komunitas,
dapat menyediakan banyak data meningkat di CLED jumlah siswa dibandingkan diidentifikasi sebagai
tahun-tahun sebelumnya, serta keberhasilan yang berpartisipasi CLED siswa. Suatu kemampuan untuk memberikan beberapa bentuk informasi dokumentasi meningkat identifikasi CLED siswa adalah pilihan utama untuk kriteria partisipasi dalam studi.

Dalam Tahap 3, wawancara protokol dikembangkan menggunakan Patton's (1997) pendekatan dan dilaksanakan selama wawancara dengan direksi atau koordinator dari 25 program yang dipilih. Wawancara pertanyaan dirancang untuk mengumpulkan informasi tambahan tentang bagaimana representasi CLED siswa yang telah meningkat dalam program, seperti juga informasi tentang identifikasi praktek-praktek, instruksional desain, dan faktor lainnya yang mungkin ada mengakibatkan peningkatan keterwakilan CLED mahasiswa dalam program ini. Pertanyaan yang di clustered enam kategori: khusus program kualitas, guru persiapan, orang tua / masyarakat, belajar lingkungan, evaluasi program, dan rencana masa depan.

Direktur program atau koordinator yang kemudian menghubungi melalui telepon. Sebelum wawancara, masing-masing direktur / koordinator menerima salinan wawancara protokol, serta wawancara formulir izin.
Wawancara berlangsung sekitar 1 sampai 2 jam, sehingga cukup waktu untuk program direksi / koordinator untuk
memperluas pada informasi sebelumnya dikirimkan dan untuk menjelaskan dan menekankan berbagai elemen
program ini. Mayoritas program dan direksi koordinator juga berpartisipasi dalam semi struktur tindak lanjut wawancara untuk menjelaskan dan memperluas informasi diperoleh di awal wawancara.

Informasi dari wawancara ini telah transkripsi dan ringkasan program dikembangkan untuk setiap wawancara.
Ringkasan ini telah dikirim ke program direktur anggota untuk memeriksa verifikasi untuk mengaktifkan program
direktur untuk meninjau wawancara dan transkripsi ringkasan akurat untuk memastikan keterangan program. Penjelasan yang lebih lanjut tentang pertanyaan yang dicari muncul saat ini, dan coding dilakukan untuk
mengidentifikasi kategori muncul dalam wawancara.

Dalam Tahap 4, tujuh program yang dipilih untuk situs kunjungan ke penyelidikan lebih mendalam dengan metode yang digunakan untuk berhasil meningkatkan partisipasi CLED siswa. Beberapa kriteria yang digunakan untuk memilih program-program ini, termasuk berbagai program desain, wilayah negara, inovasi dari program, dan peningkatan CLED siswa yang berhasil berpartisipasi dalam program bakat selama tahun-tahun sebelumnya. Program yang dipilih baik telah menambah jumlah siswa CLED diidentifikasi atau memberikan data dokumentasi keberhasilan CLED siswa dalam program kajian dan berikutnya gifted program partisipasi, seperti masuk ke sekolah menengah selektif program bakat atau akademi sangat kompetitif. Berbagai program model telah dimasukkan ke berpotensi menghasilkan strategi yang dapat umum ke program lain yang perlu untuk meningkatkan keanekaragaman.

Hubungi orang yang dipilih dari program itu dipanggil untuk memperoleh izin dan untuk mengatur tanggal dan waktu untuk kunjungan lapangan, juga untuk memberikan penjelasan yang diperlukan wawancara dan observasi guru, administrator, dan instruksional situs. Para peneliti telah meluas pengalaman baik di perkotaan dan berbakat pendidikan. Salah satu dua peneliti menghabiskan 1 sampai 2 hari penuh di setiap situs, data wawancara oleh guru, koordinator program, administrator dan wawancara dengan protokol; memeriksa dokumen-dokumen program, dan melakukan kelas pengamatan. Wawancara protokol termasuk informasi tentang dasar dan menengah dokumen disampaikan tentang program, serta pertanyaan diminta oleh tanggapan khusus ke awal atau kuesioner wawancara (Creswell, 1994).

Pengamatan memberikan bukti tambahan informasi tentang program dan praktek, serta substansi atau survei dan / atau wawancara data. Sebagai tahap kajian dilantik tidak mendukung pengamatan, maka pengamat tidak berinteraksi dengan guru atau siswa selama pengamatan. Pengamat penulis kaya, tebal gambaran fisik lingkungan, demografis, pengalaman dan pembelajaran selama dan mengikuti kunjungan. Ini pengamatan argumentasi peneliti atau keterbatasan pemahaman tentang masalah yang dihadapi oleh program personil mereka dalam upaya untuk meningkatkan keterwakilan CLED siswa berbakat program (Yin, 2002). Ketika data untuk setiap studi kasus telah selesai, program ini adalah ringkasan tertulis dan dikirim ke program direktur untuk anggota memeriksa, memungkinkan mereka untuk memeriksa dan membuat editan.

Analisis data dan pengkodean

Semua data dari kunjungan lapangan dan wawancara telah dianalisis berikut prosedur yang digariskan oleh Strauss dan Corbin (1990) untuk menghasilkan sebuah teori dan jelas mengembangkan sebuah "berasal inductively grounded theory" tentang peluang untuk mengembangkan program CLED siswa. Analisis prosedur bekerja tiga hirarkis, saling, dan berulang jenis pengkodean: buka tanda, aksial tanda, tanda dan selektif. Dalam buka pengkodean atau penandaan, diskrit bagian data yang dibandingkan dan merumuskan kontras konseptual label, seperti prosedur ini digunakan untuk mengidentifikasi siswa. Konsep-konsep itu untuk kemudian dibandingkan kesamaan dan dikelompokkan dalam kategori yang sama. Aksial tanda difokuskan pada identifikasi dan menghubungkan ke subkategori rangkaian hubungan sebab-musabab yang denotasi kondisi, campur kondisi interaksi strategi, konsekuensi strategi orang-orang, dan dalam konteks yang terjadi. Konsep-konsep dan hubungan yang pada gilirannya lintas diarahkan dengan informasi program siswa berbakat yang diberikan oleh direksi dan koordinator dalam dokumen-dokumen tentang kasus program studi dan selama wawancara yang digunakan untuk memilih program. Triangulasi ini dilaksanakan untuk memastikan bahwa nampaknya pola baru yang didukung oleh data eksternal. Akhirnya, selektif tanda prosedur petunjuk pemilihan inti dari semua kategori yang berkaitan utama untuk kategori yang lain. Dalam studi ini, inti kategori terlibat identifikasi dan program penyampaian metode yang digunakan untuk mengintegrasikan CLED siswa berbakat dan berbakat ke dalam program.

Kepercayaan

Keterbatasan penelitian kualitatif yang melibatkan ketepatan penjelasan dari para peserta di alam pengaturan, cara yang umum dari peneliti mempengaruhi belajar, dan bagaimana penelitian telah dialamatkan nya cara dalam studi. Dalam studi ini, kepercayaan (Lincoln & Guba, 1985) didirikan melalui strategi berikut: triangulasi dari data melalui beberapa sumber, termasuk wawancara, pengamatan, survei dan bahan data, memeriksa anggota untuk memastikan pernyataan yang akurat dari informan Kenyataannya, dan peneliti lain dari pemeriksaan semua tahapan penelitian. Kaya, tebal, rinci kasus Studi penjelasan yang solid dibentuk untuk kerangka dipindahkan (Merriam, 1988). Kepercayaan adalah juga memastikan melalui keterangan rinci fokus kajian, pemilihan sampel, dari triangulasi pengumpulan data, dan data. Analisis yang dilaporkan secara rinci untuk memberikan potret yang akurat metode yang digunakan.

Table 2
Case Studies

Wilayah
Program Tingkat grade
kategori
Midwest
Rockwood harta
SD Dimodifikasi identifikasi
Midwest
Proyek Excite SD Front-loading (pengalaman sebelumnya untuk mempersiapkan
siswa untuk gifted program)
Timur laut Sambungan mentor Sekunder
Perubahan kurikulum

Pantai Barat
Euclid tinggi Kemampuan Magnet SD Perubahan kurikulum

Pantai Barat
Proyek College Bound Sekunder
Sambungan induk
Semua wilayah
Semua program k12 Program evaluasi


Temuan

Temuan ini termasuk bagian dari diskusi aksial lima kategori yang dikembangkan dalam analisis yang diidentifikasi sebagai program memenuhi kebutuhan dan berbakat berpotensi CLED siswa. Untuk mengilustrasikan temuan dalam setiap kategori, singkat program studi kasus kategori yang disediakan. Informasi studi kasus tentang sekolah diberikan dalam Tabel 2.


Kategori 1: Identifikasi Dimodifikasi
Prosedur

Untuk memahami bagaimana program koordinator dimodifikasi identifikasi prosedur untuk meningkatkan keterwakilan CLED siswa berbakat program, identifikasi strategi yang belajar di seluruh program, dengan tiga kategori identifikasi muncul dari strategi data: (a) penggunaan jalur alternatif bagi program identifikasi, (b) identifikasi awal biasanya di tingkat kelas utama, dan (c) masuknya informasi perspektif yang lebih luas tentang kinerja siswa.

Jalur alternatif untuk identifikasi meliputi penggunaan berbagai alat penilaian dalam tujuh (28%) dari
program penghapusan yang formal dan prosedur identifikasi dikombinasikan dengan penggunaan khusus
tiga di dalam program (12%). Dalam kasus khusus, siswa yang tidak memenuhi harus khas
standar untuk dimasukkan tetapi yang menunjukkan potensi untuk tingkat lanjutan kerja yang berbakat dengan layanan yang disediakan yang dapat memelihara mereka bakat.

Identifikasi awal,di beberapa kasus seawal TK, di lain, pada awal kelas utama, adalah digunakan dalam program lima (20%) dan diikuti oleh siswa persiapan (front loading lanjutan dengan belajar kesempatan) untuk program partisipasi.Siswa difokuskan pada persiapan maju dan kaya pengalaman belajar bagi siswa yang tidak memiliki akses ke pengalaman ini di rumah,di kelas reguler,
atau di komunitas mereka.

Siswa penilaian kinerja yang digunakan dalam sembilan program (36%), dan ini termasuk dari pengamatan siswa selama pelajaran kaya untuk menonton untuk tanda-tanda perilaku berbakat, pekerjaan siswa yang menunjukkan portofolio siswa kekuatan dan bakat, dan penempatan prabakti berbakat dalam menyediakan layanan bagi siswa untuk menunjukkan kemampuan mereka (24%).

Tujuh program yang digunakan salah satu dari dua identifikasi praktek-praktek ditujukan untuk membuat program lebih inklusif: pengurangan dari "gatekeepers" dan peningkatan penggunaan pusat bakat kesempatan. Dalam setiap program tersebut, maka penekanan pada penilaian formal dikurangi dan diperpanjang pentingnya siswa ditempatkan pada kinerja pengalaman selama belajar. Dalam semua tujuh program, yang dimasukkannya siswa data kinerja diaktifkan siswa berbakat untuk menampilkan perilaku serta berpikir maju dan pemecahan masalah. Tujuh program sekolah umum digunakan lebih inklusif identifikasi prosedur dan lima mewakili berbagai daerah di negeri ini. Sebuah keterangan dari salah satu contoh program, harta, menggambarkan menggunakan prosedur identifikasi dimodifikasi.

Itu mempunyai perbendaharaan Gifted Program Sekolah Rockwood. Itu mempunyai perbendaharaan program, dalam Ellisville, Missouri, menyediakan pelayanan kepada siswa berbakat dan berbakat dari TK hingga sekolah tinggi, dengan berbagai organisasi komponen, serta berbagai kurikuler dan metode instruksional di seluruh tingkatan kelas. Itu mempunyaiperbendaharaan program (untuk merekrut, Mendidik, dan Layanan Under - Mahasiswa luar biasa diwakili) membantu menemukan, identifikasi, memandang rendah berbakat dan melayani siswa dalam kabupaten, termasuk orang-orang yang beraneka ragam budaya, ekonomi dirugikan, dan / atau cacat fisik, seperti juga orang-orang yang berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Program ini memenangkan penghargaan di negara Missouri dan dianggap sebagai negara model untuk salah satu cara untuk meningkatkan keberhasilan
partisipasi siswa beragam.

Harta yang telah dibuat program yang jelas untuk mengisi perlu dalam sistem: Sepuluh tahun lalu, hanya 10 siswa dari berbagai latar belakang budaya (terutama Afrika Amerika dan Latino) berpartisipasi dalam dasar pull-out program. Nomor yang telah tumbuh secara dramatis, dan saat ini, 202 siswa atau 7,3% dari jumlah penduduk diidentifikasi siswa berbakat diidentifikasi melalui Identifikasi Prosedur harta. Ini adalah nomor
lebih perwakilan dari kabupaten di mana program adalah housed, tetapi proporsional perbandingan langsung tidak dapat dibuat, untuk siswa dari daerah perkotaan yang bused menjadi kabupaten. Identifikasi proses untuk harta bergantung pada studi kasus dan prosedur termasuk tinjauan intelijen nilai ujian, prestasi nilai ujian, dan ulasan kualitatif dari siswa bekerja dirancang untuk menyediakan pendidik dengan beberapa indikator perilaku berbakat.

Pendekatan ini memungkinkan koordinator program dan anggota fakultas yang lebih luas untuk menggunakan berbagai standar instrumen penilaian, peluang untuk bertemu secara terpisah dengan calon dan orang tua mereka atau guru, dan pilihan untuk mengevaluasi siswa bekerja dan lainnya potensi indikator berbakat. Pengumpulan dan pengolahan data ini adalah lebih intensif daripada waktu tradisional identifikasi pendekatan namun memungkinkan pendidik untuk memahami setiap siswa kemampuan akademis dan kebutuhan. Hasil akhirnya adalah meningkatnya jumlah beragam siswa untuk mengidentifikasi, dan berpartisipasi dalam, maka
program siswa berbakat.

Kategori 2: Front-Loading

Front-loading didefinisikan disini sebagai proses mempersiapkan siswa untuk maju dan kreatif
dan kritis sebelum formal identifikasi atau sebelum proses lanjutan tingkat kursus yang ditawarkan.
Proses front-loading jembatan kesenjangan dalam kesiapan CLED beberapa siswa, memelihara kemampuan mereka, dan mempersiapkan mereka untuk sukses dalam lanjutan konten program. Lima program (20%) yang digunakan depan-bongkar sebelum resmi identifikasi. Seluruh program yang digunakan depan-loading yang berafiliasi dengan sekolah umum dan telah beberapa bentuk kemitraan universitas. Proyek Excite yang melayani masyarakat di perkotaan dan Midwest menggambarkan penggunaan front-loading untuk mempersiapkan CLED siswa untuk percepatan dan tingkat akademis tinggi
kinerja.

Excite proyek, di Evanston, Illinois, dihasilkan dari upaya kolaboratif dari Evanston
Sekolah dan Kabupaten Northwestern University untuk mengatasi perbedaan antara jumlah siswa CLED terdaftar di kabupaten dan jumlah CLED siswa yang diidentifikasi dan melayani di daerah program siswa berbakat. Mahasiswa pendaftaran di kabupaten ini mewakili yang sangat beragam penduduk: 43,7% African American, 7,1% Latino, Asia, Amerika 2,5%, dan 45,6% Eropa Amerika. Staf di Pusat Pengembangan Bakat di Northwestern University membantu mengembangkan Excite proyek sebagai cara untuk meningkatkan jumlah CLED siswa siap untuk mengambil lanjutan penempatan kursus matematika dan ilmu di sekolah menengah. siswa berpartisipasi dalam program setiap minggu setiap waktu tiga bulan, dan keempat dan kelima-siswa kelas. hadir tiga terpisah 8-sesi pada bulan jatuh, musim dingin, dan musim semi, dengan musim semi opsional untuk sesi keenam grader untuk mempersiapkan pre-algebra penempatan penilaian. panas sesi juga ditawarkan kepada Grade 3-8 (a Mayoritas siswa di Grade 7-8).

Salah satu tujuan utama dari program ini adalah untuk alamat kesenjangan antara prestasi siswa dan lainnya CLED siswa di daerah. Sasaran program lainnya adalah dikembangkan untuk mengatasi kesenjangan prestasi terkait masalah, seperti guru rendah harapan bagi siswa prestasi, kemiskinan, rendahnya kualitas sekolah, dianggap untuk mencapai hasil negatif, kurangnya akses ke program ekstrakurikuler dan "pengetahuan diam-diam" tentang pendidikan, dan siswa sendiri kurangnya kepercayaan mereka kemampuan dan talenta. Beberapa tujuan spesifik untuk program juga dikembangkan. Pertama, program ini telah dikembangkan meningkatkan identifikasi minoritas di anak-anak awal sekolah dasar dengan potensi dan / atau menunjukkan bakat dan kemampuan dalam matematika dan sains. Tujuan ini adalah melalui nominasi dari guru menjanjikan CLED siswa dan penggunaan berbagai nonverbal penilaian. Sekali teridentifikasi, siswa diberikan
tambahan kesempatan pendidikan, termasuk kesempatan belajar lanjutan, untuk membantu mereka sepenuhnya menyadari kemampuan mereka. Idealnya, siswa menerima dukungan
melalui freshman tahun SMA, seperti yang mereka bersedia untuk masuk ke dalam, dan berhasil,
lanjutan matematika dan ilmu trek di Evanston Tinggi Sekolah. J 2004 investigasi Proyek Excite
(Olszewski-Kubilius, Lee, Ngoi, & Ngoi, 2004) ditemukan berikut bahwa partisipasi dalam proyek Excite panas kelas, 17,3% dari siswa sekolah menengah yang ditempatkan tinggi dalam kelompok-kemampuan untuk pengajaran dalam matematika, 14,8% yang ditempatkan di depan saja di urutan dalam matematika, dan 12,3% yang diletakkan dalam suatu kursus di lanjutan sekolah tinggi setempat. Dengan demikian, sekitar 44% dari panas pergi pada peserta program untuk berpartisipasi dalam highability atau lanjutan tingkat matematika kelas. Secara keseluruhan, ada 300% peningkatan dalam jumlah kecil anak-anak berhak untuk maju dalam matematika kelas Grade 6 setelah 2 tahun keterlibatan dengan program ini.

Tujuan lain adalah untuk memberikan dukungan bagi peningkatan tinggi prestasi dan bakat melalui pembangunan berkelanjutan interaksi dengan tua panutan siswa, guru, dan orang dewasa. Kontak lama dengan mentor dapat memperkuat siswa kepercayaan dalam kemampuan mereka, membantu mereka mempertahankan motivasi pada saat stres, dan membantu mereka sebagai mereka bernegosiasi transisi penting seperti pindah ke menengah atau sekolah tinggi (Renzulli & Reis, 1985, 1997; Wright & Borland, 1992). Akhirnya, Proyek Excite berusaha untuk menciptakan budaya yang positif rekan di SD dan sekolah menengah dengan mendorong pembentukan yang mendukung rekan kelompok peserta program, seperti penelitian pada underachieving, perkotaan CLED siswa telah menunjukkan pengaruh yang positif dan dukungan rekan dapat membantu untuk menghindari siswa berbakat di bawah kesuksesan(Reis & McCoach, 2000).


Proyek di Excite, kurikulum yang disampaikan melalui tangan-pada ilmu pengetahuan dan matematika termasuk kegiatan pengukuran, grafik, manipulasi, dan percobaan. Setiap jam setelah Sabtu-sekolah dan kelas-kelas yang dirancang melalui upaya kolaborasi dari SMA matematika sains dan guru dan guru SD yang diselenggarakan di sekolah menengah di laboratorium fisika, menyediakan akses pengalaman nyata ke laboratorium. Pada Sabtu dan Ringtone Program Enrichment dari Proyek Excite diselenggarakan di Northwestern University, exposing kepada siswa universitas masyarakat. Tutor disediakan sebagai bagian dari program ini untuk mendukung para mahasiswa yang berjuang dengan daerah-daerah lainnya. Front-loading konten dalam lanjutan daerah-daerah dengan siswa yang mungkin memiliki akses ke bahan menantang dan keterampilan adalah dimaksudkan untuk menggairahkan, dukungan, dan memotivasi siswa memiliki bakat terpendam dan / atau bunga. Pemeliharaan bakat minat dan memiliki potensi untuk meningkatkan keterwakilan CLED penempatan siswa lanjutan matematika dan ilmu pemrograman di kabupaten beragam, SMA perkotaan.

Kategori 3: Perubahan Kurikulum

Kurikulum / instruksional strategi yang digunakan oleh program anak berbakat dalam penelitian ini meliputi tiga subkategori: pelaksanaan sebuah kontinum layanan (n = 14; 56%), adopsi pada suatu kerangka kurikulum (n = 8; 32%), dan penekanan pada langsung menangani kebutuhan siswa CLED (n = 5; 20%). Setiap
strategi ini, pada gilirannya, pengungkitan berbagai sub komponen dan metode.

kontinum pelayanan yang dikembangkan oleh Program personil tergabung beberapa metode instruksional, seperti instruksi individual, penggunaan lanjutan konten, pelatihan keterampilan dalam penelitian dan pengembangan kreatif dan keterampilan berpikir kritis. Program juga menekankan perbedaan (kedalaman dan kompleksitas dan tematik unit), pertanyaan strategi, proyek / interestbased kegiatan, hands-on pengalaman, pemecahan masalah, penyuburan dan kesempatan.

Tiga kerangka yang spesifik kurikuler digunakan dalam program-program ini. Pertama, kerangka kerja kurikuler
digunakan untuk memandu instruksi, termasuk bidang-bidang seperti dual bahasa / metode bilingual, bidang pengetahuan khusus dan keterampilan, dan layanan pembelajaran (n = 3; 12%). Kedua, beberapa program kurikulum tertentu diidentifikasi model yang digunakan sebagai kurikulum model, termasuk Schoolwide Enrichment Model (SEM; Renzulli & Reis, 1985, 1997), the Purdue Model (Feldhusen & Kolloff, 1986), atau perbedaan model menggunakan dari Kaplan (1999) antar tema berdasarkan pada kedalaman dan kompleksitas (n = 4; 16%). Ketiga, dua program dibuat kerangka tertentu untuk masing-masing kebutuhan (8%).

Beberapa kurikuler praktek yang diadopsi secara khusus untuk memenuhi kebutuhan unik CLED siswa. Dalam program ini, kurikuler metode yang digunakan untuk membantu siswa membuat hubungan antara kurikulum, spesifik program kerja, dan siswa bahasa dan budaya. Dalam Mentor Sambungan, untuk contoh, penelitian profesor dari berbagai budaya latar belakang yang diundang untuk melakukan presentasi penelitian kepada siswa. Lain, CLED siswa diberikan akses awal untuk memperkaya pengalaman, memberikan penting untuk mengakses kesempatan belajar sebelum identifikasi untuk programanak berbakat. Beberapa program dual diberikan kesempatan di kelas bahasa
dwibahasa yang siswa dapat belajar dalam bahasa Inggris dan bahasa pertama mereka. Dalam program lain, peluang untuk terintegrasi ke dalam tradisi budaya belajar proses terjadi.

Modifikasi kurikuler yang digunakan oleh program dukungan dan pembelajaran siswa sambungan jatuh ke dalam dua kategori; penggunaan model kurikulum (25%) dan penggunaan berbagai bakat instruksional pendidikan atau penilaian strategi (63%). Yang paling sering digunakan instruksional atau penilaian adalah strategi penyuburan dan eksposur kegiatan (29%), penggunaan alternatif penilaian (17%), pelaksanaan instruksional anak berbakat strategi dan bahan-bahan (17%), penggabungan dari tema (16%), penekanan pada masalah dan lebih tinggi urutan berpikir (16%), penggunaan yang lebih tinggi agar pertanyaan strategi (13%), penerapan perbedaan / individualisasi (13%), dan fokus pada minat siswa panduan untuk pengembangan kurikulum (12%).

Dalam 9 dari 25 program, upaya khusus dibuat ke alamat yang memandang rendah pemberian dari CLED siswa program anak berbakat melalui sistem penyampaian kurikulum. Untuk mencapai tujuan ini, dua strategi yang dijelaskan oleh direktur program. Kedua strategi terlibat menghubungkan belajar ke dunia nyata-aplikasi dan menangani kesenjangan dalam pencapaian masalah langsung jalan. Dalam program menggunakan aplikasi dunia nyata, siswa bekerja dengan profesional di bidang, dialamatkan masyarakat masalah, dan didorong untuk memberi kembali ke komunitas mereka. Dalam program yang berusaha untuk mengurangi prestasi kesenjangan, khusus daerah perlu diidentifikasi spesifik untuk populasi, berhubungan dengan bahasa, budaya, akses ke konten dan layanan untuk menjembatani disparitas antara sekolah-nilai pengetahuan dan kekuatan mahasiswa. Dua studi kasus yang memberikan ilustrasi penggunaan relevan kurikulum untuk CLED siswa.

Euclid Avenue the Gifted / tinggi Kemampuan Magnet. Magnet terletak di sebuah lingkungan sekolah di daerah Boyle Heights Los Angeles dan melayani siswa dalam Grade 1-5. The magnet Program ini housed dalam Euclid Avenue Sekolah, dan 352 dari 800 siswa terdaftar di sekolah berpartisipasi di gifted / tinggi kemampuan magnet program. Itu Program magnet (berdasarkan karya Kaplan, 1999) telah ada selama 15 tahun. Tujuan adalah instruksi untuk meningkatkan tingkat kedalaman dan kompleksitas di kurikuler tantangan. The Gifted / tinggi Kemampuan Magnet ada sebagai "Sekolah di sekolah." Sekolah dan populasi magnet yang kedua adalah program penduduk 98% Hispanic. Magnet dalam program ini, hanya satu anak Afrika Amerika dan kurang dari lima orang Amerika Eropa. Semua peserta dalam Euclid Avenue Gifted / Tinggi Magnet kemampuan yang memenuhi syarat untuk bebas atau dikurangi harga makan siang. Program ini menunjukkan hampir 100% ingatan siswa di tingkat sekolah dasar, dan 75% peserta berjalan berbakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan program di tingkat sekolah menengah. Sebagian besar siswa transisi dari klasifikasi sebagai pembicara ke Spanyol Inggris sementara speaker yang berpartisipasi dalam program ini, dan data yang telah disediakan didokumentasikan meningkatkan jumlah siswa yang hadir CLED kompetitif, gifted magnet ini dari sekolah dasar perkotaan sekolah. Jumlah siswa yang diidentifikasi untuk kompetitif gifted magnet sekolah yang dua kali lipat dalam selama 5 tahun.

Tujuan program dari Gifted / tinggi Mampu Magnet adalah untuk menyediakan model dual-bahasa, untuk menawarkan beragam akademik peluang bagi anak-anak untuk mengembangkan bakat mereka dalam dua bahasa Inggris sambil mendapatkan keahlian, dan kreatif untuk membangun dan keterampilan berpikir kritis. Menggunakan dari Kaplan (1999) pendekatan ke kedalaman dan kompleksitas, guru mengidentifikasi tema universal di masing-masing kelas tingkat oleh mereka memeriksa kabupaten membaca dan matematika kurikulum bahan-bahan untuk memilih tema universal meliputi baik focus kurikulum. Proses ini guru dengan membiasakan diri tema universal yang dapat diterapkan di seluruh isi daerah untuk mempromosikan mendalam, pemahaman antar. Guru diidentifikasi sebagai berikut tema untuk belajar: Perubahan (Grade 2), urutan (Grade 3), hubungan (Kelas 4), dan kekuasaan (Grade 5). Dibedakan pertanyaan keterampilan, tugas, dan produk, bersama dengan tingginya tingkat masukan dari guru dan kreativitas, yang diamati dalam magnet ruang kelas. Menggunakan sebuah program 3-hari instruksional jadwal tenang, memungkinkan guru untuk memindahkan lebih efisien diperlukan melalui konten dan menggunakan sisa 2 hari untuk tambahan peluang untuk mencari konten secara lebih kedalaman dan kompleksitas.

Siswa dalam Gifted / tinggi Kemampuan Magnet aktif belajar di lingkungan yang kaya. Karakteristik umum kelas termasuk beberapa komputer dengan Internet akses, bukti grade level tema, kedalaman dan kompleksitas ikon, dan terlibat diskusi dari kelompok kecil siswa lanjutan tentang konten. Dalam satu kelas,
misalnya, pelajar yang terlibat dalam seni menantang pelajaran, aktif menggunakan icon dari ide untuk mendiskusikan pekerjaan mereka. Di kelas lain, kelima-siswa kelas bekerja dengan ide-ide besar, tren, dan berbagai tempat melihat sebagai bagian dari studi mereka yang Aztecs dan Incas. Dua puluh delapan mahasiswa dibagi menjadi lima kelompok. Di setiap kelompok, siswa bekerja dengan kedalaman dan kompleksitas ikon, mengidentifikasi berbagai elemen kedalaman dan kompleksitas dari studi tugas sosial mereka. Kadang-kadang, kelompok dirujuk ke kedalaman dan kompleksitas icon dinding, dan Papan tulis dan poster besar dijelaskan bahwa karya sosiologis, sejarawan, dan antropologi. Enrichment adalah kesempatan juga tersedia selama musim panas untuk sekitar 100 kedua-melalui-siswa kelas enam sekolah karena berfungsi sebagai demonstrasi untuk situs Kaplan dari pendekatan untuk menambahkan kedalaman dan kompleksitas

Mentor Sambungan adalah 3-bulan musim panas program berbakat dan berbakat SMA dan para Juniors di Universitas Connecticut, Storrs. Program ini memberikan siswa dengan peluang untuk menyelesaikan sebuah kajian mendalam di dalam minat daerah, untuk mempersiapkan diri untuk menantang perguruan pengalaman, dan untuk mengidentifikasi kepentingan akademik. Mentorships tersedia di fisik dan ilmu biologi, sastra, sejarah, seni, komunikasi, dan teater dan dapat secara individu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari peserta. Tujuan dari program ini adalah untuk mengenali siswa minat, kemampuan, dan motivasi sebagai hal penting bagi belajar dan untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk nyata bakat mereka di tingkat tinggi dari produktivitas kreatif. Sekitar 60% dari peserta siswa berasal dari beragam kelompok budaya, dan ini jumlahnya meningkat setiap tahunnya selama yang program ini. Beasiswa yang diberikan kepada semua siswa membutuhkan. Program ini berdasarkan dari Renzulli Enrichment Model triad (1977; Renzulli & Reis, 1985, 1997). Pusat untuk program filosofi adalah ide-ide yang di atas rata-rata kemampuan, kreativitas, dan komitmen tugas dapat ditemukan di setiap orang-orang dari etnis dan budaya kelompok sosial ekonomi dan di semua tingkatan, dan produktivitas yang kreatif ini dapat dikembangkan dan dipelihara. Setiap musim panas, Mentor Sambungan menawarkan sekitar 30 mentorship situs, dari peserta yang pilih salah satu korban atau permintaan satu dikembangkan kepentingan mereka di daerah-daerah tertentu.

Selama 3 minggu program ini, siswa bekerja dengan peneliti untuk belajar mereka di lanjutan metodologi situs, untuk memikul tugas yang profesional, dan untuk mempelajari bagaimana melakukan pekerjaannya peneliti dari mereka mentorship situs harian. Penelitian di setiap situs bervariasi berdasarkan konten daerah yang profesor, dan perawatan untuk diambil memastikan siswa memiliki berbagai situs pilihan. Beberapa siswa belajar pertumbuhan otak dan pengalaman bekerja di electrophysiology, histologi, dan struktur sel. Studi lain dengan profesor yang juga negara arkeologis. Aktivitas di situs yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar tentang arkeologi bidang teknik, termasuk situs kotak pembangunan, pemetaan, memulihkan dan merekam data, dan laboratorium bekerja. Dalam program evaluasi, siswa menjelaskan pengalaman mereka Mentor di Sambungan sebagai "mengubah hidup." Mahasiswa jurnal dan lisan refleksi menunjukkan efek pengalaman mereka. Lebih dari 99% dari Sambungan Mentor dihadiri siswa sekolah, dan sekitar 30% dari Sambungan Mentor peserta yang hadir University of Connecticut, laporan bahwa keputusan
untuk diterima sbg mahasiswa adalah disebabkan sambungan dibuat selama program. Sambungan mentor siswa telah berpaling bawah lebih kompetitif Ivy League universitas untuk menghadiri University of Connecticut ke
mempunyai kesempatan untuk terus melakukan sarjana penelitian dengan mentor dari program ini

Kategori 4: Parent-Home Connection

Keempat kunci fitur beragam program anak berbakat merupakan komitmen untuk membangun jembatan antara sekolah dan rumah. Strategi yang digunakan untuk meningkatkan komunikasi dan interaksi termasuk melibatkan orang tua sebagai relawan (n = 6, 24%), secara konsisten sosialisasi program informasi (n = 18, 72%), dan membuat keluarga budaya dan koneksi (n = 7, 28%). Dalam program dengan penekanan pada identifikasi dan melayani CLED siswa, orang tua cenderung untuk membantu di dalam kelas dan memimpin kelompok belajar siswa. Dalam mayoritas program, orang tua juga secara sukarela untuk lapangan dan dana kegiatan, sering bertindak sebagai chaperones atau menyediakan makanan atau layanan. Untuk memastikan penyebaran informasi kepada orang tua, program-program yang diselenggarakan pertemuan orang tua dan dukungan kelompok; dikeluarkan newsletter, program brosur, dan orang tua-guru konferensi, dan situs web diperbarui. Dalam laporan program keluarga sambungan dan budaya, pendidik digunakan penerjemah untuk rapat dan bahan-bahan cetak, memberi pekerjaan rumah siswa yang diperlukan partisipasi keluarga, dan dipupuk keputusan bersama antara mahasiswa dan orangtua tentang pilihan saja.


Beberapa program direksi melaporkan berbagai upaya untuk alamat khusus orang tua dan kebutuhan daerah yang memerlukan tambahan dukungan, termasuk transportasi, karakteristik bakat kesadaran, dan keprihatinan keamanan. Upaya-upaya yang dilaporkan digunakan untuk membantu orang tua menerima program oleh mempertimbangkan manfaat bagi anak-anak mereka. utama fokus yang terlibat bekerja dengan orang tua untuk membantu mereka menyambung tujuan rumah dan sekolah. Dalam salah satu program, orang tua diminta untuk bertindak sebagai pemimpin budaya untuk kelompok siswa, dan membantu mereka membangun hubungan dengan nilai rumah dan program pengajaran. Dalam program lain, orangtua siswa yang terlibat dalam program kepemimpinan dan menjabat di dewan penasihat atau dibantu dengan membawa dari tujuan program untuk memenuhi panduan. Proyek mahasiswa Terikat mendemonstrasikan penggunaan sekolah-ke-orang tua sambungan mahasiswa untuk mendukung akses ke perguruan tinggi.

College Bound proyek. College Bound proyek, dalam di Los Angeles Unified School District, dikembangkan 5 tahun lalu untuk membantu siswa di sekolah aplikasi dan bantuan keuangan selama proses Grade 10/12, dengan tujuan akhir untuk meningkatkan jumlah anak berbakat CLED
siswa memenuhi syarat untuk masuk ke dan dari wisuda, kompetitif sekolah di seluruh bangsa. Pada lulus kelompok diidentifikasi untuk Proyek College Bound, hampir semua dari 273 peserta yang terdaftar di kampus. Jumlah African American siswa dari daerah ini yang dihadiri sebuah sekolah University of California meningkat sebesar 150%, dan jumlah meningkat Latinos oleh 31%. 1. Dalam kelompok-tahun, data lain ditunjukkan penerimaan ke Ivy League sekolah, termasuk Harvard,
Princeton, Columbia, Cornell, Yale, Dartmouth, dan University of Pennsylvania, serta lainnya yang kompetitif universitas, seperti Georgetown, yang University of Chicago, University of Michigan,
Purdue, Colgate, Howard, Wesleyan, Pepperdine, Morehouse, dan Stanford.

Dalam program ini, siswa berhak untuk makan siang gratis berbakat yang ikut serta dalam program-program di SD atau sekolah menengah dan sekolah tinggi yang ada GPAs dari 3,0 atau yang lebih dikenal dan memberitahukan ke perguruan Konselor bimbingan mereka di sekolah menengah. Mereka kemudian diundang untuk berpartisipasi dalam program ini, dan jika mereka menerima, dimonitor bulanan untuk kemajuan pendidikan dan memenuhi persyaratan untuk bersaing akademi, terutama yang ditemukan dalam sistem universitas California.

Induk jaringan dikembangkan di setiap sekolah untuk memantau perkembangan target siswa. Program
direktur bertemu dengan orang tua grup bulanan untuk aktif mengembangkan hubungan dengan kedua orang tua dan siswa. Presentasi oleh direktur program, college admisi personil, kabupaten dan teknologi
staf termasuk topik seperti bagaimana melengkapi penerimaan aplikasi, masuk esai, persiapan ujian,
bantuan keuangan, masyarakat perguruan tinggi program transfer, dan sesi yang diperlukan. Keduabelas-siswa kelas di program menerima sesi khusus, seperti cara memahami dan membandingkan berbagai pengakuan dan keuangan menawarkan bantuan. Orangtua menerima perlengkapan yang mencakup informasi tentang sekolah dan bantuan keuangan, bulanan daftar periksa untuk memantau informasi kampus, dan informasi
panas di pemukiman kesempatan untuk 11th grade siswa. Selain itu, 1-hari konferensi diselenggarakan
12th untuk naik pangkat siswa dan orang tua mereka. Memahami kebutuhan unik dari budaya
beragam siswa di daerah diaktifkan program direktur memberikan speaker lokakarya untuk orang tua
dalam dua bahasa (Spanyol dan Inggris) dan menunjuk topik yang dialamatkan keragaman budaya yang
populasi mahasiswa, misalnya jarak dari kampus dari rumah, jumlah siswa yang lainnya beragam
hadir khusus universitas, dan lain-lain masalah yang mungkin perhatian orang tua dan siswa.

Kategori 5: Evaluasi Program

Evaluasi program yang dijelaskan oleh semua berpartisipasi direktur program sebagai komponen penting dalam memperluas layanan ke CLED siswa. Semua direktur melaporkan penggunaan prosedur evaluasi yang dimasukkan satu atau lebih hal berikut langkah-langkah dari program efektivitas: kepuasan stakeholder (n = 13, 52%), Laporan prestasi siswa (n = 9, 36%), peningkatan penerimaan dari siswa berbakat CLED program (n = 10, 40%), dan ingatan siswa berbakat di layanan (n = 3, 12%). Informasi tentang program kepuasan adalah dikumpulkan melalui orang tua, siswa, guru dan survei. Pertanyaan yang berfokus pada siswa belajar, seperti "Bagaimana banyak belajar mereka? Bagaimana program ini mempengaruhi mereka berpikir? Apa yang paling favorit mereka dan bagian favorit program? "Mayoritas program koordinator dilaporkan gagal untuk mengukur kemajuan dalam prestasi siswa melalui penggunaan daerah uji data. Semua program dibahas direksi mereka frustrasi dengan kesulitan untuk mendapatkan disaggregated kuantitatif data dari daerah mereka tentang kinerja siswa berbakat di negara penilaian. Kurang akses ke informasi ini, siswa yang perbaikan dilaporkan dari kelas observasi. Temuan kualitatif termasuk siswa menjadi lebih baik di masalah pemecahan masalah, bisa lebih tinggi untuk melaksanakan ketertiban berpikir keterampilan, dan pengembangan fasilitas dengan lebih menantang isi. Temuan lainnya yang diusulkan peningkatan pemahaman profesional tingkat pekerjaan sebagai akibat dari akses ke lapangan (seperti dalam kasus yang Mentor Sambungan Program), serta peningkatan akses ke pemrograman ank berbakat
dan menantang kelas sekolah umum pengaturan, dan mencapai sukses dalam berbagai lomba.

Formal evaluasi laporan mendokumentasikan meningkatkan dalam partisipasi CLED siswa program anak berbakat diserahkan oleh direksi dari 10 program yang 25 program studi. Dokumentasi peningkatan perwakilan dari siswa CLED ditemukan oleh membandingkan jumlah siswa yang saat ini menjabat ke sebelumnya nomor atau dibandingkan dengan sekolah lainnya dalam kabupaten. Program-program yang dipilih untuk dimasukkan dalam Studi yang didukung data yang berhasil dalam program ini kaitan (Tomlinson, dkk., 2004). Delapan dari 25 program dalam kajian ini telah secara khusus dikembangkan untuk alamat yang di bawah-perwakilan dari CLED siswa berbakat dan berbakat program. Dua dari program menerima penghargaan dari negara masing-masing departemen pendidikan untuk meningkatkan keterwakilan CLED siswa dalam program GT.

Hanya lima program direksi ditunjukkan bahwa ingatan dari CLED siswa berbakat dalam program ini digunakan sebagai evaluasi mengukur. Dalam setiap program tersebut, siswa yang meninggalkan program yang dilaporkan untuk terus menerima gifted layanan lainnya situs akademik yang meliputi penempatan sekolah menengah, pendaftaran sekolah, dan untuk identifikasi di sekolah-programanak berbakat. Beberapa evaluasi data yang sangat menjanjikan, seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan persentase siswa yang berpartisipasi dalam program-program seperti itu mempunyaiperbendaharaan Program dan Proyek College Bound.

Implikasi dan diskusi

Penjelasan dari praktek dan karakteristik berbakat dari program-program yang meningkatkan partisipasi CLED bersatunya siswa sekitar tiga fitur berbakat dan berbakat dan tiga program intervensi praktek-praktek yang dapat membantu siswa CLED teridentifikasi dan mencapai tingkat tinggi di dalam program anak berbakat. Tiga fitur yang CLED meningkatkan partisipasi siswa dalam
berbakat dan berbakat program adalah (a) pengakuan masalah yang kurang mendapat perhatian oleh fakultas dan kabupaten staf, (b) meningkatkan kesadaran terhadap budaya kinerja akademik mahasiswa, dan (c) pembentukan mendukung program untuk membantu program direktur dan guru melakukan perubahan. Direktur program di setiap program ini berhasil diidentifikasi program utama mereka sebagai tujuan meningkatkan jumlah siswa CLED mengidentifikasi mereka yang berpartisipasi dalam program berbakat. Tujuh puluh lima persen dari program direksi dilaporkan mengubah program mereka untuk menangani kebutuhan CLED / GT siswa untuk mencerminkan perubahan demografis kabupaten (Ford & Harris, 1999; Gallagher, 2002) dan iklim politik dan masyarakat (Castellano & Diaz, 2002; Donovan & Cross, 2002; Nasional Excellence Laporan, 1993). Beberapa komunitas politik dan iklim shift terjadi sebagai akibat dari insiden yang tercermin buruk di sekolah, seperti pesanan dari desegregasi Office of Civil Rights, sedangkan kabupaten lain merespon laporan, seperti National Excellence Lapor (US Department of Education, 1993), yang dokumen ketimpangan antara prestasi siswa mewakili budaya yang dominan dan CLED siswa.

Yang kedua adalah fitur dilaporkan meningkat staf kesadaran dampak pada budaya belajar siswa dan prestasi. Direktur program ditunjukkan mereka dibuat upaya-upaya untuk mengubah sudut pandang dari defisit ke kekuatan berbasis model untuk bekerja dengan siswa CLED dengan potensi bakat (Ford et al., 2000). Sebelas program pertimbangan direksi untuk mengidentifikasi perbedaan budaya sebagai titik awal untuk pengembangan mereka identifikasi prosedur dan program desain, termasuk penggunaan beberapa kriteria (Frasier & Passow, 1994; Menendez, 1995; Zamora-Duran & Artiles, 1997). Perbedaan bahasa yang dialamatkan melalui penggunaan dual bahasa kelas (Castellano & Diaz, 2002; Frasier & Passow, 1994; Kitano & Espinosa, 1995), budaya yang digabungkan dengan unsur-unsur tradisi budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran (Ford et al., 2000; Slocumb & Payne, 2000; Van rumbai-Baska, Olszewski - Kubilius, & Kulieke, 1994), dan mempengaruhi masyarakat yang terpadu dengan menyediakan muda dengan siswa penyuburan dan percepatan kesempatan (Bank & McGee-Banks, 2001; Frasier & Passow, 1994; Ford & Harris, 1999; Menendez, 1995; Gallagher & Gallagher, 1994). Meskipun beberapa guru memiliki kesadaran tentang strategi penting tersebut, banyak guru dan berbakat spesialis masih terbatas dan memiliki beberapa peluang untuk mendapatkan lebih (Arredondo, 1999; Gallavan, 1998; Kitano & Espinosa, 1995; Seidl & Friend, 2002).

Ketiga fitur gifted program berhasil integrasi CLED siswa adalah pembentukan program sistem dukungan untuk membantu program dan direksi guru membuat perubahan. Daerah-daerah yang diidentifikasi oleh program sebagai direktur penting termasuk luas dan inklusif pengembangan profesional (Callahan et al., 1995; Gallavan, 1998; Grossman, 1998; Patton, 1997; Peterson, 1999), keterlibatan orang tua (Slocumb & Payne, 2000), dan keterlibatan masyarakat (Renzulli & Reis, 1985, 1997). Semua direktur program diakui pentingnya pengembangan profesional, tetapi pengembangan profesional berkisar antara diperlukan pelatihan bakat dalam Unlimited kembali ke sekolah kursus, kurikulum strategi, dan penggunaan guest speaker. Walaupun kebanyakan dari program direksi dibahas
pentingnya staf, mereka profesional praktek pembangunan bervariasi secara luas di seluruh kabupaten.

Walaupun keterlibatan orang tua dan dukungan masyarakat yang dilaporkan oleh direksi sebagai program penting taktik CLED untuk meningkatkan partisipasi dan keberhasilan, keluarga dan masyarakat yang diterima hanya sedikit perhatian. Sekitar 70% dari program direksi ditetapkan
keterlibatan orang tua sebagai informasi mensponsori program, menyelenggarakan konferensi orang tua-guru, dan mendistribusikan Program newsletter. Keterlibatan masyarakat di luar rumah telah nyata dalam delapan program. Anggota masyarakat yang berkontribusi pada program-program sebagai mentor atau donor bahan baku dan penyelenggara di lapangan perjalanan. Mereka juga melalui kemitraan universitas yang kadang-kadang membantu mengatur siswa performances atau kesempatan untuk menampilkan produk

Tiga intervensi atau praktek yang ditemukan untuk mendukung prestasi akademik yang tinggi di CLED siswa berbakat di tingkat program, dan ini termasuk pelaksanaan identifikasi strategi dirancang untuk menyertakan lebih CLED siswa, penggunaan kurikulum / instruksional strategi, dan penciptaan pengembangan profesional kesempatan. Mayoritas program direktur melaporkan perubahan dalam identifikasi prosedur sebagai dasar upaya untuk lebih mengenal dan melayani CLED siswa dengan hadiah dan talenta. Yang memperluas penggunaan beberapa kriteria utama adalah perubahan (Frasier & Passow, 1994; Menendez, 1995; Zamora-Duran & Artiles, 1997). Beberapa direksi termasuk program yang diperluas palen identifikasi untuk gifted layanan memperhitungkan bahasa perbedaan, lingkungan, dan kebutuhan lainnya unik (Kitano & Espinosa, 1995; Menendez, 1995; Peterson, 1999; Renzulli & Reis, 1985, 1997; Slocumb & Payne, 2000; Zorman, 1991). Lain dicatat bahwa mereka tergabung prabakti penempatan spotting dan bakat selama memperkaya pengalaman belajar (Renzulli & Reis, 1985, 1997). Program lain yang diberikan atau percobaan prabakti periode ketika siswa berbakat ikut serta dalam program atau menantang peluang pelajaran sehingga mereka dapat mendemonstrasikan
kemampuan mereka dalam konteks pengajaran.

Kurikulum / instruksional yang digunakan dalam strategi 25 program studi yang dapat dikategorikan ke dalam empat daerah: intervensi awal, praktik terbaik berbakat di bidang pendidikan, penyuburan / tantangan peluang, dan mentorships (Bank-Bank & McGee, 2001; Ewing & Yong, 1993; Kaplan, 1999; Maker & Schiever, 1989; Renzulli, 1994; Sleeter, 1990; Slocumb & Payne, 2000). Dini intervensi dialamatkan peluang perbedaan dalam siswa belajar awal pengalaman dan pengetahuan
diperlukan untuk selanjutnya penempatan dalam gifted program. Ini termasuk pengalaman belajar eksposur ke konten informasi, penggunaan yang lebih tinggi agar kemampuan berpikir, dan
produk / kinerja pembangunan.

Semua program direksi yang terlibat dalam kajian ini disebut untuk penggunaan strategi bakat pendidikan sebagai bagian dari program kurikulum, termasuk percepatan, penyuburan, menghubungkan konsep dan pelajari dengan konten atau bidang disiplin (Feldhusen, 1994; Renzulli, Leppien, & Hayes, 2000; Renzulli & Reis, 1985, 1997; Tomlinson dkk., 2004). Penggunaan dalam program percepatan termasuk hubungan ke berbagai kesempatan belajar dan berfokus pada kebutuhan khusus mahasiswa. Penyuburan kesempatan yang dilaporkan sebagai yang paling sering digunakan strategi program anak berbakat dalam kajian ini. Program direktur penyuburan dibahas berbagai metode yang digunakan untuk memperluas pengalaman dan pengetahuan siswa. Banyak di antara hal memperkaya pengalaman belajar siswa termasuk kepentingan dan budaya masyarakat korban. Program yang membuat sambungan antara belajar dan konten Bidang disiplin atau yang dilaporkan ke melibatkan siswa tematik atau antar-unit kerja tertentu di lapangan, dan bekerja dengan profesional dalam konten lapangan. Dan tema yang digunakan oleh antar unit program-program yang diberikan siswa dengan cara untuk setiap link pengalaman belajar yang lainnya, melihat berbagi pemahaman dan di antara berbagai konten kolom. Akhir kurikulum / strategi instruksional disebutkan oleh program koordinator dalam kajian ini adalah penggunaan mentorships, siswa yang cocok dengan profesional kepentingan mereka dalam bidang yang memudahkan mahasiswa belajar di bidang tersebut.


Table 3
RENCANA PROGRAM YANG AKAN DATANG

Change Area n %
Have plans for change 18 75
Connect GT/ESL/Bilingual/ME 6 25
Expand sites/grades 7 29
Improve data collection 3 13
Acquire additional funding 4 17

Yang dilaporkan penggunaan awal intervensi, strategi pendidikan anak berbakat, dan penyuburan tantangan belajar, dan mentorship program ini menunjukkan direksi membuat upaya untuk menjembatani kesenjangan antara CLED siswa perintah yang saat ini bernilai pengetahuan dan keterampilan, dan potensi mereka. Efektivitas ini intervensi dibahas oleh program sebagai koordinator dalam kajian ini adalah terkait erat dengan guru profesional dan pengembangan kesiapan untuk memikul tanggung jawab untuk memaksimalkan dampak intervensi.

Semua program direksi telah merencanakan untuk lebih lanjut meningkatkan layanan yang diberikan dalam program, seperti diringkas dalam Tabel 3. Mereka ingin memperluas persembahan dan mengumpulkan data tambahan tentang mahasiswa prestasi. Mereka percaya evaluasi program patut dicontoh harus menyertakan data prestasi siswa, statistik data yang menunjukkan peningkatan CLED siswa berbakat dalam program, dan dokumentasi siswa yang disimpan dalam program anak berbakat sepanjang karir akademik mereka. Keragaman budaya kelompok tinggi dan potensi siswa berbakat hadir berbagai tantangan baru dan untuk guru, terutama jika kelompok ini berasal dari latar belakang sosial ekonomi rendah. Berdasarkan kondisi ini, sering sulit untuk mengidentifikasi siswa berbakat akademis, dan tanpa sadar beberapa keputusan untuk mengubah program dan praktek-praktek yang dijelaskan dalam artikel ini, terlalu CLED beberapa siswa akan dikenali dan dilayani.

Masing-masing program studi ini diidentifikasikan bersama tujuan umum: untuk menyertakan dan melayani lebih CLED siswa program.anak berbakat. Setiap program direktur dijelaskan dengan cara yang sistematis perubahan yang dilakukan dalam program untuk meningkatkan keterwakilan CLED siswa program anak berbakat. Penelitian ini memberikan arah yang jelas untuk mengikuti program-program lainnya, serta sebagai jalan untuk mengenali ke depan penelitian dan pengembangan yang hadiah dari CLED siswa. Diharapkan bahwa sukses keterangan yang diberikan dalam program ini artikel dapat diadaptasi untuk digunakan di lebih banyak daerah, memastikan identifikasi dan berhasil meningkatkan partisipasi siswa dari berbagai latar belakang.